SAMPIT – Sejumlah warga Desa Penyang, Kecamatan Telawang, melaporkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) ke aparat kepolisian. Mereka protes karena rumah mereka yang dinilai masuk areal Kebun Raya Sampit, dibongkar tanpa melalui prosedur atau pemberitahuan.
Mahdianur, selaku kuasa hukum warga mengatakan, penertiban yang jadi kewenangan DLH tersebut bertentangan dengan hak hidup masyarakat. Selain itu, tak ada pemberitahuan pada warga, seperti melalui Surat Perintah oleh Bupati Kotim.
”Kami sangat menyesalkan tindakan yang dilakukan DLH Kotim. Berani-beraninya mereka (DLH, Red) mengeksekusi sejumlah bangunan warga tanpa surat perintah dari bupati,” katanya, Senin (10/12).
Menurut Mahdianur, sejauh ini warga tidak pernah menerima surat perintah atau peringatan meninggalkan lokasi yang disebut-sebut aset pemkab tersebut. Di sisi lain, warga yang menempati lokasi itu atas dasar perintah Bupati Kotim sebelumnya, Wahyudi K Anwar.Hal itulah yang membuat pihaknya melaporkan kejadian tersebut ke polisi.
”Penertiban itu bertentangan dengan hak hidup masyarakat di lokasi kejadian. Padahal, masyarakat di sana sudah turun-menurun menempati lokasi. Namun, tempat tersebut dilenyapkan dengan sekejap,” katanya.
Dia menuturkan, empat unit bangunan dibongkar menggunakan alat berat. Warga yang kediamannya rata dengan tanah, terpaksa mengungsi ke tempat lainnya.
”Kalau memang lahan itu aset daerah, harusnya tidak serta merta mereka mengambil tanpa mediasi atau negosiasi terlebih dahulu. Karena itu, kami ke Polres Kotim, membawa kasus ini ke jalur hukum. Kalau bisa Presiden pun harus tahu permasalahan yang dihadapi masyarakatnya di sini,” ujar Mahdianur.
Ilu Jawas, warga setempat mengatakan, setelah rumah mereka dibongkar, warga terpaksa tinggal di lahan perkebunan sawit di sekitar lokasi kejadian. ”Kami bingung mau tinggal di mana, sementara kami tidak punya apa-apa,” ujarnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sanggul Lumban Gaol mengatakan, luasan Kebun Raya Sampit mencapai 607 hektare. Tanah yang diklaim milik masyarakat seluas 20 hektare. Pihaknya hanya melakukan penertiban aset pemerintah agar pembangunan yang dilakukan pihaknya di kawasan tersebut dapat berjalan.
”Sebelum Kebun Raya Sampit dibangun, memang ada sekitar 30 warga yang meminjam tanah tersebut untuk berkebun dan menanam sayur. Namun, setelah kami sampaikan bahwa lahan tersebut ingin dibangun, Kebun Raya mereka langsung berpindah,” kata Sanggul.
Sanggul menegaskan, pihaknya telah memberikan surat teguran pada warga di lokasi tersebut. Teguran diberikan sebanyak tiga kali, namun tidak dihiraukan.
”Bahkan, pada Rabu pekan lalu sudah kami datangi, namun yang bersangkutan tetap tidak ingin membongkar bangunan di atas tanah tersebut,” ujar Sanggul.
Keran itulah, pihaknya melakukan pembongkaran paksa dengan aparat. Warga yang keberatan dipersilakan menempuh jalur hukum. ”Silakan adukan, lengkapi dengan alat bukti dan dibuktikan keasliannya. Jika memang tidak sesuai dengan ketentuan, pemerintah bisa menuntut balik,” tegasnya.
”Penyelesaian di jalur hukum tentunya akan lebih jelas, siapa salah dan benar. Hal ini sudah kami jelaskan sebelumnya dan mereka baru terima setelah ada bantuan pengacara dari pihak mereka untuk memahami penanganan masalah ini,” tambah Sanggul.
Sementara itu, proses pengerjaan Kebun Raya Sampit terus dilakukan. Di bagian luar tersebut akan segera dibangun badan jalan untuk dibuatkan bundaran dan area penerimaan di kawasan Kebun Raya. (sir/dc/ign)