SAMPIT – Langkah Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) melakukan tes urine terhadap para juru parkir (jukir) menuai protes. Sejumlah jukir kehilangan pekerjaannya. Mereka juga keberatan dengan kebijakan Pemkab Kotim yang menerapkan sistem parkir elektronik (e-parking).
Jerry Hariyadi, salah seorang jukir di kawasan Pusat Perbelanjaan Mentaya (PPM) Sampit mengatakan, tes urine yang dilakukan Dishub membuat jukir kesulitan mempertahankan pekerjaannya. Pasalnya, jukir yang tak hadir dianggap mengundurkan diri. Kebijakan itu dinilai tak adil, karena selama ini pihaknya terus mengabdi dan menjaga kedisiplinan terhadap tugas yang dibebankan.
”Bayangkan! Jukir yang tidak ikut tes urine dianggap mengundurkan diri dari pekerjaannya. Padahal, mereka punya anak istri. Mau makan apa nanti kalau mereka berhenti bekerja sebagai jukir?” katanya sambil menata kendaraan yang parkir.
Jerry mengaku mengikuti tes urine tersebut dan hasilnya negatif. Rekan-rekannya yang dinyatakan positif, diminta wajib lapor ke Polres Kotim. Di sisi lain, tak semua jukir di area PPM yang mengikuti tes urine, hanya beberapa yang bersedia.
Udin (48), jukir lainnya, mengaku tak mengikuti tes urine lantaran sakit. Meski sudah dianggap mengundurkan diri, pria yang memiliki dua istri serta tujuh anak tersebut memilih tetap bekerja mengelola parkir di PPM Sampit. ”Kalau ada tes urine susulan, saya mau ikut, karena saya bukan pemakai,” tegasnya.
Menurut pria yang akrab disapa Gendut ini, ada beberapa jukir yang tidak ingin aibnya terbongkar saat mengikuti kegiatan tersebut. Ada dua jukir yang tidak hadir setelah tes urine.
”Ada dua orang jukir di kawasan PPM Sampit yang terjerumus narkoba. Tapi, karena takut, jadinya mereka tidak bekerja selama dua hari belakangan ini,” bebernya.
Seperti diberitakan, dua belas jukir di kawasan PPM menjalani tes urine yang digelar Dishub Kotim dan Satuan Reserse (Satres) Narkoba Polres Kotim, Minggu (20/1) pagi. Hasilnya, lima orang dinyatakan positif narkoba. Beberapa jukir menilai, tes urine tidak adil. Sebab, hanya jukir yang dites, sementara satpam tidak diwajibkan.
Polemik e-Parking
Selain masalah tes urine, para jurki juga keberatan terkait penerapan e-parking. Gendut mengatakan, pihaknya dan Pemkab Kotim telah membuat kesepakatan agar di kawasan PPM Sampit, tetap dikelola jukir yang sudah bekerja di kawasan itu sejak lama. Namun, kesepakatan tersebut seakan diabaikan. Pemkab dinilai melupakan janji terhadap jukir.
”Sejak adanya portal (e-parking, Red), semuanya berubah drastis. Pemerintah sudah lupa dengan janji mereka, terutama Kadishub Kotim. Tapi, saya siap kok berhenti dari pekerjaan ini,” tegas Gendut.
”Ini juga saya terpaksa saja bekerja, karena dari pihak ketiga memerintahkan kami tetap bekerja seperti biasa. Kalau portal sudah diaktifkan, baru kami disuruh berhenti,” tambahnya lagi.
Pantauan Radar Sampit, jukir yang dikelola CV Graha Tehnik itu tak seperti hari-hari sebelumnya. Hanya ada beberapa jukir yang masih memilih bekerja di kawasan PPM.
Mengenai e-parking, Jerry mengatakan, lebih nyaman mengambil upah harian dibanding gaji bulanan sebesar Rp 1 juta, meskipun mendapat atribut dari Dishub Kotim. ”Ya, mau tidak mau. Cukup tidak cukup. Enaknya sih harian seperti ini,” ujarnya.
Selain itu, Jerry khawatir, apabila e-parking mulai efektif, akan terjadi keributan. Menurutnya, masih banyak pedagang maupun jukir yang tidak menyetujui e-parking. Dia pun berharap ada pertemuan lagi sebelum portal e-parking dibuka.
”Masih banyak orang pasar yang tidak setuju. Saya khawatir kalau portal dibuka, pasti ribut,” katanya.
Kepala Dishub Kotim Fadlian Noor mengatakan, protes para jukir tersebut karena akan diberlakukannya e-parking. ”Mungkin mereka takut tidak dipekerjakan lagi. Padahal, kami tidak akan meninggalkan mereka. Justru mereka akan kami bina. Dengan e-parking, pelayanan kepada pengguna parkir juga akan lebih baik,” jelasnya. (sir/rm-96/ign)