SAMPIT – Kepala Seksi Pelayanan dan Kerjasama Bandara H Asan Sampit Yogi mengatakan, penambahan maskapai penerbangan harus diiringi dengan peningkatan fasilitas. Namun sayangnya hal tersebut belum memungkinkan dengan kondisi bandara seperti sekarang.
Diungkapkannya, berbagai investor penerbangan sudah menyurvei Bandara H Asan Sampit untuk berinvestasi tetapi hal tersebut terpaksa tidak dapat disetujui. Keterbatasan lahan parkir pesawat sangat terbatas yang hanya cukup dua pesawat besar dan tiga pesawat kecil, menjadi salah satu kendala.
“Sudah banyak investor penerbangan yang datang ke sini ingin masuk, mulai dari Batik Air yang merupakan Lion Grup dan dari Garuda juga sudah tiga kali tetapi hanya sekadar survei, namun terpaksa tidak dapat disetujui karena fasilitas lahan masih sangat terbatas,” kata Yogi.
Yogi menuturkan saat ini panjang landasan pacu 2.060 meter dan lebar 30 meter. Hal tersebut sangat tidak ideal jika melihat dengan master plan bandara yakni panjang 2.250 meter dan lebar 45 meter.
“Dengan luasan landasan pacu yang ada, maskapai penerbangan hanya bisa masuk maksimal lima dengan maksimal pesawat type Boeing 737 seri 500. Andai kata landasan pacu ideal, sebenarnya kita tidak perlu meminta atau mengusulkan kepada pihak airline karena dengan sendirinya mereka akan datang untuk masuk ke bandara kita,” kata Yogi.
Jika spesifikasi luasan landasan pacu dan area lahan parkir untuk pesawat memadai lanjut Yogi, ke depannya Bandara H Asan dapat mengusulkan untuk menghadirkan pesawat yang lebih besar lagi seperti pesawat type Boeing NG-737.
“Kondisi lahan parkir untuk pesawat, sekarang ini saja masih terkendala obstacle, kapan hari bisa datang pesawat dengan waktu yang berbarengan, untuk memperluas lahan parkir yang ada tentunya harus dibongkar untuk dilakukan perluasan. Ini bagaimana mau dibongkar kalau lahan saja tidak ada,” tegasnya.
Yogi mengatakan sesuai dengan master plan bandara luasan bandara memerlukan lahan sekitar 90 hektare, sedangkan luasan yang ada saat ini hanya sekitar 37 hektare.
“Penyediaan maskapai baru yang masuk ke bandara harus diiringi dengan fasilitas peningkatan, salah satu wujud peningkatan fasilitas ini adalah dengan mengusulkan kepada pemerintah melakukan pembebasan lahan,” ujarnya.
Jika pembebasan lahan dipercepat, fasilitas peningkatan bandara akan segera dibongkar untuk diperluas. Menurutnya, kalau sudah diperluas area lahan parkir pesawatnya, paling tidak pesawat bisa masuk 7 maskapai dengan pesawat besar 4 dan pesawat kecil 3.
Yogi mengungkapkan dirinya sempat menghadiri kegiatan pengembangan Bandara di Jogjakarta beberapa waktu lalu dan saat itu juga dihadiri oleh Dishub Provinsi Kalteng. Dalam kegiatan tersebut, Dishub Provinsi menuturkan akan berencana mendukung pembebasan lahan di kawasan Bandara H Asan Sampit.
“Rencananya akan mendukung pembebasan lahan di bandara sini, tetapi pelaksanaannya entah kapan saya belum tahu,” tandasnya.
Sementara itu, permintaan masyarakat akan maskapai penerbangan baru di Bandara H Asan Sampit bisa cukup mendesak. Usulan tersebut dikarenakan dampak dari kenaikan harga tiket yang sejak momentum perayaan Natal dan Tahun Baru hingga kini belum mengalami penurunan.
Helena salah seorang penumpang yang berangkat belum lama ini dengan tujuan rute Sampit-Jakarta, dirinya mengatakan warga Kotim merasa seperti dimonopoli dengan kenaikan harga tiket yang perbandingan jauh jika dibandingkan dengan daerah di Pangkalan-Bun maupun Palangka Raya.
“Saya cukup sering pulang pergi Sampit-Jakarta dengan biaya tiket ke Jakarta sudah Rp 1,5 juta sangat berbeda dengan harga tiket pesawat di Pangkalan-Bun yang masih berkisar Rp 1 jutaan. Ini benar-benar meresahkan karena biaya pengeluaran tentu akan semakin membengkak belum lagi bagasi juga dikenakan biaya tidak lagi gratis,” tutur Helena.
Helena berharap agar hal tersebut dapat menjadi perhatian serius oleh pemerintah daerah untuk mencari solusi serta jalan keluarnya. Dirinya masih mempertanyakan penyebab kenaikan harga tiket dan berharap harga kembali ke harga normal.
“Saya berharap pemerintah dapat mengambil sikap dan menemukan solusi dan kalau bisa harga bisa ditetapkan dengan tarif wajar khususnya pada low season seperti ini. Masa sudah melewati perayaan Natal dan Tahun Baru harga tiket pesawat tidak turun-turun juga kan ini tidak wajar,” ujarnya.
Hal senada juga dirasakan warga lain. Erick warga Jakarta yang sering berpergian ke Sampit juga merasa keberatan jika penerbangan dimonopoli oleh salah satu maskapai. Dirinya berpendapat agar pemerintah dapat mengusulkan dua maskapai sehingga ada persaingan yang sehat.
Dicontohkannya, untuk harga tiket pesawat Jakarta-Palangka Raya dan Jakarta-Pangkalan Bun tarif harga tiket pesawat masih berkisar diharga Rp 1 juta sedangkan untuk tujuan Jakarta-Sampit berkisar Rp 1,5 juta.
“Mohon pemerintah dapat memerhatikan agar harga tiket dapat bersaing sehat, dulu saat masih ada maskapai Kalstar harga sangat bersaing hebat, semoga pemerintah dapat mendengar aspirasi masyarakat untuk kepentingan bersama,” ujarnya.(hgn/oes)