SAMPIT – Pelanggaran alat peraga kampanye (APK) di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) kian tak terkendali. Kondisi itu memperlihatkan masih banyaknya calon anggota legislatif yang gemar melanggar aturan. Penyelenggara pemilu seolah diremehkan, karena pelanggaran yang justru meningkat.
Ketua Bawaslu Kotim Muhammad Tohari mengatakan, penertiban APK kali ini jumlahnya lebih banyak dari sebelumnya. APK yang diturunkan menyalahi aturan dari segi prosedur administrasi, jenis, ukuran, lokasi pemasangan, serta izin. ”Penertiban APK ini kami lakukan serentak di 17 kecamatan di Kotim,” katanya.
Dia menuturkan, APK yang melanggar aturan kebanyakan merupakan APK yang dipasang tidak sesuai penempatan, seperti di bahu jalan dan dipasang tanpa izin tertulis dari pemilik rumah.
”Kami menurunkan APK penuh pertimbangan. Tidak sembarangan, karena kami melihat aturannya,” tegasnya.
Di wilayah Kecamatan Baamang, Bawaslu menemukan sebanyak 63 pelanggaran dan di wilayah Kecamatan sebanyak 153 pelanggaran. Jumlah itu belum final, karena penertiban masih akan berlanjut.
”Pelanggaran paling banyak terdapat pada kesalahan penempatan pemasangan APK dan tidak adanya surat izin tertulis dari pemilik rumah atau lahan. Untuk pelanggaran yang berkaitan dengan ukuran APK dan konten tidak terlalu banyak,” ujarnya.
Tohari menambahkan, seluruh pelanggaran APK yang terdata di setiap kecamatan akan direkap. Pihaknya berencana memublikasikan peserta pemilu yang melanggar aturan.
Tohari menyesalkan banyaknya pelanggaran. Padahal, sosialiasi berkaitan dengan APK sudah disampaikan kepada peserta pemilu. Surat imbauan juga sudah diberikan dan sebagian besar peserta pemilu memahami aturan tersebut, namun tetap melanggarnya.
”Saya yakin peserta pemilu sudah tahu pemasangan APK ada persyaratan dan aturan yang harus dipatuhi, tetapi saya sangat menyesalkan masih saja banyak yang melanggar,” ujarnya.
Pihaknya sudah membuka ruang untuk peserta pemilu berkonsultasi, namun hal tersebut tidak dimanfaatkan. Dia mengaku bingung maraknya pelanggaran itu. ”Kami juga tidak tahu apa faktornya mereka melakukan pelanggaran,” ujar Tohari.
Menurutnya, kedewasaan peserta pemilu dalam berpolitik masih sangat kurang. Selain itu, peran partai politik sebagai penggerak kampanye juga belum optimal. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan banyaknya pelanggaran yang dilakukan caleg.
”Jika memang ragu dalam pemasangan APK semestinya bertanya, jangan malah berlarut-larut melakukan pelanggaran,” tegasnya.
Tohari mengatakan, dengan pelanggaran yang dilakukan berulang-ulang, hal tersebut bisa seolah-seolah meremehkan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu. Pihaknya mengambil sikap tegas dengan menerapkan sanksi moral kepada peserta pemilu yang melakukan pelanggaran dengan mengekspos ke publik siapa saja yang melakukan pelanggaran dan siapa saja peserta yang tertib aturan.
”Kami sudah mencoba meminimalisir kesan arogan dari Bawaslu. Marilah bangun kesadaran politik yang benar sesuai aturan,” katanya.
Anggota Bawaslu Divisi Penindakan Pelanggaran Salim Basaif menambahkan, pelanggaran yang banyak dilakukan dari segi estetika. Aturan lima baliho dan sepuluh spanduk harus dipatuhi peserta pemilu.
”Jadi, silakan partai politik memberikan spot calegnya dengan jumlah terbatas, yaitu lima baliho dan sepuluh spanduk setiap desa,” ujarnya. (hgn/rm-96/ign)