Kios di kawasan jelawat, tepian Sungai Mentaya, mulai dihuni pedagang. Mereka bukan pedagang kerajinan atau oleh-oleh khas Sampit sebagai pendukung kawasan wisata, tapi pedagang kebutuhan pokok. Tidak adanya akses kendaraan membuat pedagang kelimpungan.
DINTYA AYU PURIKA, Sampit
Beberapa pedagang mulai menempati kios-kios di samping patung jelawat sejak 16 Februari 2019 lalu. Dari 11 kios yang disediakan, baru enam kios yang baru ditempati. Barang yang dijual berupa sembako, makanan, dan peralatan besi.
Para pedagang mengeluhkan sepinya minat pembeli yang enggan datang ke kios. Lokasi itu dinilai kurang strategis bagi mereka mengais rezeki. Kios langsung menghadap ke depan pembatas Sungai Mentaya, sementara akses tidak bisa dilalui mobil dan motor. Ini jadi salah satu penyebab sepinya pembeli.
Damziah, misalnya. Pedagang yang menjual sembako ini mengeluh karena toko miliknya masih sepi. Banyak yang belum tahu lokasi kios tersebut untuk berjualan. Selain itu, parkiran motor yang jauh, tidak langsung menghadap toko, membuat pembeli enggan mampir.
”Mulai di sini 16 Februari lalu. Langsung angkut-angkut barang ke sini dibantu anak. Ya seperti ini, masih sepi. Orang mau ke sini juga gak tahu kalau di sini ada yang jualan. Motor tak bisa masuk ke sini,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Yanto. Pedagang bahan kebutuhan pokok ini juga mengeluhkan posisi yang kurang strategis. ”Kami jualan seperti ini. Orang tak bisa masuk ke sini bawa motornya. Kalau mau beli air mineral, masa iya mau angkut-angkut jauh ke sana, sedangkan parkiran saja jauh dari kios. Mereka pilih warung yang jualan di pinggir jalan langsung,” katanya.
Dia berharap Pemkab Kotim membuat akses jalan supaya pengunjung yang membawa motor bisa masuk. ”Kami kalau mau bongkar-muat barang juga, mobil bisa masuk ke dalam. Kami harus upah orang kalau angkut barang ke dalam kios ini. Nambah ongkos lagi, kan?” keluhnya.
Keluhan sama disampaikan Surya, pedagang alat-alat besi. Surya mengeluhkan sepinya dan kurang minatnya pembeli berjalan ke arah kios baru mereka. Tidak seperti PPM yang lokasinya strategis, terlihat langsung oleh konsumen.
”Ya, inilah keadaannya. Orang susah mau jalan ke sini. Motor mereka enggak bisa masuk. Jalannya saja begitu, bertangga-tangga. Gimana orang bisa bawa motor masuk ke depan sini. Kami minta jalannya diperhatikan lagi,” ujarnya.
Sejumlah pedagang juga mengeluhkan ukuran kios yang dirasa tak sesuai dengan ukuran di sertifikat yang mereka miliki. Para pedagang yang sebelumnya menginginkan sewa kios lebih dari satu pintu, tidak diperbolehkan. Mereka hanya diberikan satu pintu sesuai pembagian.
Ukuran yang terlalu sempit dirasa kurang nyaman dan luas untuk menempatkan barang dagangan mereka. Pasalnya, ukuran barang yang mereka jual ada yang besar. Otomatis saat menempati kios tersebut pedagang tidak bisa menyimpan banyak di kiosnya. Bahkan, sebagian pedagang ada yang terpaksa menyimpan di tempat lain.
Seperti kios milik Surya, seluruh barang dagangannya rata-rata berukuran besar. Surya kebingungan menata barang tersebut. Dia terpaksa harus meletakannya hingga keluar batas yang ditentukan pengelola pasar.
”Sekarang kondisinya begini, kecil dan kami tak bisa menata barang sampai ke dalam. Toh ini orang kalau mau jalan masih bisa lewat tengah situ, jadi kami tata sampai luar batas ini,” katanya.
Yanto, pedagang sembako juga mengeluhkan tempat kios yang kecil. Menurutnya, kios tersebut seperti kamar anak kos di Jakarta. ”Barang saya yang lain ada yang dititipkan kawan. Nanti tinggal ambil. Di sini gak muat barang-barangnya. Kemarin saya minta empat pintu, tak diberi,” ungkapnya.
Para pedagang berharap ada kebijakan untuk memberikan perluasan kios lagi. Misalnya, dengan menjebol tembok belakang. Menurut mereka, masih ada lahan yang kosong di belakang bangunan.
”Kalau kami boleh menjebolnya, kami siap membangun bangunan yang tak permanen. Jadi, kami bisa menyimpan barang di belakang. Tak sampai keluar begini,” papar Surya.
Terpisah, Sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kotim Zulhaidir mengatakan, kios tersebut pada awalnya diperuntukkan bagi pedagang makanan siap saji. Namun, karena rencana tambahan pembangunan di PPM belum rampung, beberapa pedagang kelontong, sembako, alat rumah tangga dan alat besi untuk sementara ditempatkan di kios kawasan jelawat.
”Itu sifatnya sementara, kaya kelontongan, besi-besi yang keras itu. Kebijakan yang disampaikan pak Bupati, tak boleh jenis dagangan seperti itu di jelawat. Jadi, nanti dialihkan ke PPM lagi. Di belakang pintu masuk kasir nanti akan ditambah lagi bangunan semi permanen. Nah, itu nanti yang akan digunakan pedagang kelontong, alat rumah tangga, sembako, atau besi-besi,” jelas Zulhaidir.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kotim Redy Setiawan menambahkan, pemindahan sementara para pedagang kelontong dan peralatan besi-besi ke kios kawasan jelawat hanya besifat sementara.
”Karena target 1 Maret 2019, kawasan Habaring Hurung sudah harus bersih dibongkar. Mereka bersifat sementara saja. Nanti akan ditata lagi dan pindah ke PPM. Kalau pedagang oleh-oleh, cendera mata khas Kotim, dalam tahap penempatan mulai minggu depan,” tandasnya. (***/ign)