PALANGKA RAYA – Hardianor alias Nuy alias Annoy (23), tak menyangka bakal mendekam di balik penjara. Unggahan statusnya di media sosial membuatnya ”diseret” aparat untuk menjalani proses hukum. Kegarangan yang diperlihatkan di media sosial, tak berkutik saat berhadapan dengan penyidik.
Pemuda itu mengaku menyesal seumur hidup karena perbuatannya. Pasalnya, hanya gara-gara ketikan jari, dia harus berpisah dengan orang tua dan istrinya selama dipenjara. Saking menyesalnya, pria itu sampai meneteskan air mata.Dia mengaku sebagai korban propaganda elite politik yang tidak menerima kekalahan dalam pemilu.
”Saya sangat menyesal. Menyesal seumur hidup, karena apa yang saya unggah ke media sosial itu sebenarnya bukan buatan saya, melainkan dapat dari orang lain melalui media sosial. Saya hanya meneruskan, tetapi berakhir seperti ini,” ujar warga Jalan dr Murjani ini Palangka Raya ini saat ditemui di Ruang Tahanan dan Barang Bukti Polda Kalteng, Kamis (30/5).
Hardianor menuturkan, selain harus jauh dari orang tua, akibat menyebarkan berita hoax, dia juga harus meninggalkan istrinya yang baru dinikahinya selama setahun ini. Dia juga tak bisa menafkahi keluarganya selama di penjara.
”Saya menyesal dan sengsara. Karena itu, warga atau siapa saja, bijaksanalah dalam bermedia sosial. Jangan menyebarkan ujaran kebencian maupun hal negatif lainnya. Pasti akan berurusan dengan kepolisian. Jauh dari keluarga dan istri. Tolong kasus saya ini dijadikan pembelajaran,” ujarnya.
Hardianor mengakui tak mendapatkan keuntungan apa pun dari unggahannya di media sosial. Hal itu dilatari rasa simpatinya pada pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam pemilu presiden. Namun, dia menegaskan bukan pendukung capres-cawapres tersebut.
”Saya tidak punya motivasi apa-apa. Tidak punya niat melakukan pidana dan hanya ikut-ikutan membagikan. Intinya, saya menyesal karena sudah merugikan kehidupan ini, sampai dipenjara,” katanya.
Hardianor ditangkap aparat karena hoax dan ujaran kebencian yang diunggahnya di akun medsos. Tulisan yang diunggahnya sangat ekstrem. Dia menyebut polisi menggunakan peluru tajam untuk membunuh rakyat yang dipasang dengan gambar Presiden RI Joko Widodo. Selain itu, ada beberapa tulisan lainnya yang lebih vulgar dan mengandung ujaran kebencian.
Selain Hardianor, Polda Kalteng juga meringkus Risnawati, oknum guru honorer di Kotim. Risnawati yang menggunakan akun Facebook dengan nama Adinda Riswa, membuat sejumlah unggahan yang membuatnya terjerat hukum, di antaranya, ikut menyebarkan hoax anggota brimob dari Tiongkok yang sempat viral. Kabar itu terbukti hoax dan langsung dibantah Mabes Polri.
Kabid Humas Polda Kalteng Kombes Pol Hendra Rochmawan menegaskan, pihaknya akan menindak tegas pelaku penyebar ujaran kebencian dan hoax di media sosial. Polisi mengidentifikasi ada banyak pengguna internet melakukan hal demikian.
”Kami lakukan pemantauan terhadap ujaran kebencian. Sangat banyak. Mencapai ratusan bahkan ribuan. Kami juga mengantisipasi akun proganda elite politik yang tidak menerima kekalahan dan tidak memiliki jiwa patriot bangsa,” ujarnya.
Hendra mengimbau seluruh lapisan masyarakat agar bijak bermedia sosial. Langkah saring sebelum sharing (menyebarkan informasi) wajib dilakukan. Kemudian, tak menyebarkan hoax, pornografi, ujaran kebencian, dan maupun terkait SARA.
”Kalau teman-teman menerima berita foto atau video yang belum jelas kebenarannya, tolong jangan langsung dibagikan, tapi tanyakan dulu kepada pihak terkait atau tanyakan dulu kepada Humas Polda Kalteng,” ujarnya.
Mantan Kapolres Palangka Raya ini menuturkan, sejauh ini kepolisian sudah menahan tiga orang pelaku penyebar hoax dan ujaran kebencian. Selain itu, ada sebelas warga yang dibina karena masalah yang sama. Penindakan akan terus dilakukan untuk memberikan efek jera pada pelakunya. (daq/ign)