PALANGKA RAYA – Dharma Wanita Persatuan (DWP) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) memberikan pelatihan kepada seluruh anggotanya mengenai cara pelaporan secara elektronik atau e-reporting dalam penyusunan laporan kegiatan organisasinya.
Penggunaan e-reporting ini dianggap sangat penting, karena kemajuan teknologi dan informasi sekarang ini telah masuk ke berbagai lini. Bukan hanya pada pelaksanaan pemerintahan, namun organisasi wanita dituntut untuk bisa melakukan penerapan teknologi informasi dalam pelaksanan kegiatan.
“Sebagai organisasi wanita terbesar, tentu banyak sekali kegiatan yang telah dilakukan oleh masing-masing DWP. Kegiatan-kegiatan tersebut tentunya harus didokumentasikan serta dilaporkan,” kata penasehat DWP Kalteng Yulistra Ivo Sugianto Sabran saat Pembukaan Pelatihan e-Reporting DWP Kalteng, Senin (21/10).
Menurutnya, pelaporan yang dilakukan selama ini masih berbasis kertas atau tidak secara elektronik dan memanfaatan teknologi informasi. Maka melalui pelatihan yang dilakukan tersebut dlharapkan agar pengurus DWP bisa langsung mengirim setiap laporan kegiatannya ke DWP Pusat yang berbasis IT.
“Berbasis IT itu artinya melalui e-Reporting. Dengan adanya e-Reporting ini, maka menjadikan masing-masing DWP di Kalteng menjadi pusat data. Ya itu karena kita bisa menyimpan data-data kegiatan dan langsung mengirimkan laporan pelaksanaan program kerja,” ucapnya.
Tentu dengan mudahnya pelaporan, akan memotivasi pengurus DWP untuk melaksanakan berbagai kegiatan. Untuk itu, dirinya berharap anggota DWP di provinsi ini bisa memberikan kontribusi nyata melalui berbagai kegiatan sosial yang dilakukan sebagai bukti kepedulian kaum perempuan khususnya istri ASN.
“Pengurus dari DWP Kabupaten dan Kota, saya harap agar memotivasi anggotanya agar bisa aktif dalam setiap kegiatan, dan tidak lupa juga untuk aktif melaporkan,” katanya.
Lebih jauh dia juga mengingatkan, seluruh anggota DWP lebih bijak dalam bermedia sosial. Hal ini dikarenakan sekarang semua serba instan, berita apa saja bisa masuk melalui media sosial yang belum tentu kebenarannya.
“Ibu-ibu harus bisa menahan diri dalam berkomentar atau memberi opini di media sosial. Jangan sampai yang kita posting mengandung hoax, ujaran kebencian atau SARA,” katanya. (sho/yit)