SAMPIT – Kepala Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Sampit Capt Thomas Chandra mendukung proyek Ikon Jelawat. Namun, hal itu tetap harus dikaji dari segi teknis dan keamanan alur lalu lintas perairan.
”Kalau pemerintah daerah saja bangga dengan ikon jelawat ini, tentu kami juga pasti mendukung. Nanti tinggal dari segi teknis dan keamanannya saja yang harus dipertimbangkan,” kata Capt Thomas Chandra. Thomas menuturkan, pihaknya hingga saat ini belum dimintai pendapat teknis. Namun, KSOP selalu bersinergi dengan Dishub Kotim.
”Saya sebenernya juga tidak ingin berbicara duluan karena belum dimintai pendapatan teknis mengenai pembangunan menara jelawat,” kata Thomas.
Thomas meminta pengembangan ikon jelawat mempertimbangkan segi keamanan dan kenyamanan di alur lalu lintas perairan pelabuhan.
”Saya hanya memberikan saran, pada dasarnya kami meminta tolong agar pembangunan ke depan jangan sampai terlalu banyak mengenai badan sungai supaya tidak mengganggu alur lalu lintas perairan sehingga aktivitas perairan tetap bisa dilalui dengan aman dan selamat,” ujarnya.
Dirinya menyarankan apabila pembahasan pembangunan pengembangan kawasan ikon jelawat selesai dan dilanjutkan, tenaga teknis dapat melakukan survei lapangan dengan melihat posisi pengembangan pembangunan ikon jelawat tanpa harus mengenai badan sungai.
Seperti misalkan dibuat lekukan dengan pembatas dan kolam untuk sarana rekreasi air dengan dilengkapi adanya wisata kuliner yang menjadi daya tarik pengunjung.
”Enggak masalah menara setinggi apapun dibangun asalkan jangan sampai mengenai badan sungai. Karena, ikon jelawat merupakan daya tarik pengunjung di Kotim tetapi keamanan dari sisi aktivitas lalu lintas perairan juga perlu diperhatikan. Jadi, ikon jelawatnya terlihat, keselamatan perairan lalu lintas aman, perekonomian masyarakat juga lancar,” ujarnya.
Di samping itu, alur lalu lintas perairan sungai Mentaya cukup membantu perekonomian warga Sampit. Apabila pengembangan pembangunan ke depan mengenai badan sungai bisa mengakibatkan perekenomian terganggu.
”Saya tahu dari para pelaku pelayaran pasti akan merasa terganggu apabila rencana pembangunan ditambah beberapa meter ke arah timur, otomatis badan sungai sungai semakin menyempit dan potensi kesenggolnya juga tinggi,” terangnya.
Apabila pengembangan pembangunan ikon jelawat dilanjutkan hingga mengenai badan sungai, maka rentan mengakibatkan pondasi ambruk.
”Aktivitas lalu lintas kapal selalu ada setiap hari dan kapal itu memiliki daya tekanan yang tinggi, apabila melawan arus sungai, kapal yang tak bergerak dalam keadaan mesin hidup saja bisa merobohkan pondasi. Jadi, jangan sampai investasi yang sudah dikeluarkan tak dapat dirasakan hingga jangka panjang,” ujarnya.
Dirinya berharap agar rencana pengembangan pembangunan kawasan ikon jelawat dapat melibatkan instansi teknis.
”Kalau sekarang masih dibahas mudah-mudahan dari sisi teknisnya kita dilibatkan dan kita akan memberikan pendapat dengan pengetahuan yang kami miliki. Percuma kita ada di sini kalau kita tidak memberikan masukan dan pendapat,” pungkasnya.
Sebelumnya, Pemkab Kotim berencana akan mengusulkan kembali pembangunan menara pantau berbentuk ikan jelawat dengan menelan dana hingga Rp 40 miliar.
”Rencananya pembangunan menara jelawat itu memerlukan biaya Rp 40 miliar. Pembangunannya ditunda karena ada kendala teknis. Mudah-mudahan nanti bisa terwujud. Akan tetap diupayakan," kata Sekretaris Daerah Kotim Halikinnor akhir pekan lalu.
Menara jelawat rencananya dibangun di kawasan pinggir Sungai Mentaya dengan tinggi bangunan sekitar 37 meter. Pembangunan menara jelawat itu sebagai objek wisata baru, melengkapi objek wisata ikon jelawat yang saat ini sudah ada di pinggir sungai.
Menara jelawat rencananya difungsikan sebagai menara pantau. Melalui menara berbentuk ikan jelawat berukuran besar itu, pengunjung bisa menikmati pemandangan Kota Sampit dari ketinggian.
Di samping itu, Pemkab Kotim juga berencana membangun taman di kawasan ikon jelawat dengan melebarkan beberapa meter ke arah timur atau menjorok ke arah Sungai Mentaya untuk ruang terbuka hijau (RTH). Kemudian, ada pembangunan satu patung ikan jelawat setinggi 37 meter dan akuarium raksasa. Tak jauh dari lokasi tersebut akan dibangun tempat parkir bertingkat untuk pengunjung agar kendaraan tidak lagi parkir di badan jalan seperti sekarang.
Menurut Halikin, sektor pariwisata diyakini dapat menjadi andalan untuk mendongkrak perekonomian daerah serta sebagai antisipassi terhadap kemungkinan kabupaten ini dimekarkan, sehingga dapat berdampak terhadap sumber pendapatan daerah.
Kendati demikian, pembangunan akuarium dan menara pantau merupakan program yang tertunda. Batalnya penambahan fasilitas di ikon jelawat lantaran dari hasil kajian teknis akan berdampak buruk terhadap alur lalu lintas pelabuhan Sampit. Sebab, rencana pembangunan itu akan menjorok lagi ke badan sungai yang dapat berdampak terhadap aktivitas lalu lintas perairan, mengingat posisi ikon jelawat berada persis berdempetan di bagian Selatan dari Pelabuhan Sampit.
”Jelawat tetap masuk dalam program APBD 2020, tetapi bukan dalam waktu dekat ini. Bisa 2020 atau 2021 mendatang, melihat kondisi keuangan daerah. Karena saat ini masih banyak kebutuhan yang harus diselesaikan dan diprioritaskan. Paling utama program pembangunan multiyears,” pungkas Halikinnor. (hgn/yit)