PALANGKA RAYA – Adanya masyarakat di Kota Palangka Raya yang menolak mengikuti rapid test menjadi perhatian pemerintah setempat. Selain menghambat penanganan pencegahan penularan Covid-19, sikap tersebut bisa dianggap suatu pelanggaran undang-undang.
Seperti diutarakan juru bicara Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Palangka Raya, Supriyanto, warga yang menolak rapid test bisa disangkakan melanggar Undang-Undang RI Nomor 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Undang-Undang RI Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Aturan ini menjadi dasar penerapan sanksi pidana penjara dan denda uang bagi yang melanggar. Terlebih bisa dikategorikan sengaja menghalangi dan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah.
Diterangkannya, sanksi sebagaimana diatur dalam aturan itu diancam dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp 1 juta. Juga ancaman selama-lamanya 6 bulan penjara dan atau denda setinggi-tingginya Rp 500 ribu. Bahkan pidana penjara paling lama satu tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 100 juta, jika diterapkan Undang-Undang RI Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
”Pemerintah bisa saja menerapkan aturan hukum dengan saksi seperti itu, sebab penolakan itu termasuk menghalang halangi. Hanya saja pemerintah tidak menerapkan hal itu. Langkah ini sebenarnya untuk masyarakat, agar kita semua bisa memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di zona merah,” ujarnya, Kamis (2/7).
Supriyanto menegaskan, tim yang melakukan rapid test akan berlaku secara profesional sesuai hasil pemeriksaan, dan tidak mengada-ngada. Hal ini mengingat pemerintah punya kewajiban melindungi dan mengatur masyarakat, apapun yang terjadi.
”Maka itu kami minta warga ikut serta dan upaya dilakukan kepada tim gugus juga meminta OPD dan lurah serta camat turut aktif menyadarkan masyarakat,” tukasnya.
Selain itu dirinya menilai, adanya warga yang takut di rapid test karena tidak menyadari manfaatnya sehingga adanya penolakan. Hal ini juga berkaitan dengan mindset dan perilaku warga. ”Namun tetap pemerintah akan berupaya selalu memberikan edukasi bagi warga, jangan takut untuk rapid test,” tambah Supriyanto.
Dilanjutkannya, saat ini pemerintah terus berupaya menekan penyebaran virus korona. Salah satunya menyediakan berbagai fasilitas, seperti alat PCR serta fasilitas penanganan medis. termasuk melakukan perluasan lokasi penanganan.
”Saat ini kita akan sediakan lagi lokasi isolasi di wisma Dinas Tenaga Kerja, sembari tetap perluasan di asrama haji, RSUD Doris dan RSUD Kalampangan. Semoga tidak penuh dan wabah ini bisa berlalu,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Palangka Raya Sigit K Yunianto juga menilai, adanya penolakan dari warga mungkin karena kurangnya sosialisasi serta informasi yang jelas tentang rapid test tersebut.
"Kurangnya sosialisasi yang lebih massif dilakukan oleh pemerintah. Karena itu, sosialisasi serta pemberian informasi dari pemerintah harus lebih baik,” cetusnya.
Diinformasikan, per Kamis (2/7) kemarin, lonjakan terpapar Covid-19 di Kota Palangka Raya kembali ada penambahan 14 warga, hingga menjadi 380 orang. Diantaranya 179 dalam perawatan dan sembuh bertambah 21 orang. Sementara jumlah kematian mencapai 27 orang.
Selanjutnya untuk Kalimantan Tengah, jumlah terpapar 984 orang dengan penambahan 42 orang, 449 orang dalam perawatan, 476 orang sembuh dengan penambahan 36 orang, serta jumlah kematian 59 orang dengan penambahan satu orang. Sedangkan jumlah OPD 368 orang dan PDP 94 orang. (daq/gus)