SAMPIT – Penyebaran Covid-19 yang kian tak terkendali membuat desakan agar pilkada serentak ditunda kian menguat. Keselamatan rakyat harus jadi prioritas utama mengingat pesta demokrasi tak bisa lepas dari kerumunan massa yang rawan penularan virus korona.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah ( DPD) RI dari Daerah Pemilihan Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang mendesak pemerintah dan DPR RI mengambil keputusan penundaan pelaksanaan pilkada serentak.
”Lebih baik kita menginjak rem, daripada kita menginjak gas. Sekencang apa pun gas kita, tidak akan bisa mengalahkan pandemi Covid-19 di saat seperti sekarang ini,” tegas Teras dalam rilisnya, Sabtu (19/9).
Teras menuturkan, desakan penundaan pilkada sudah sejak awal disuarakan Komite I DPD RI. ”Saya dan teman-teman di Komite I sudah mempunyai prediksi yang menjangkau jauh ke depan, yaitu dengan mengutamakan keselamatan rakyat di saat pandemi Covid-19 sekarang ini,” ujar mantan Gubernur Kalteng dua periode ini.
Teras menegaskan, penundaan bukan berarti meniadakan pilkada. Dia berpandangan, pilkada ideal dilaksanakan awal triwulan kedua tahun 2021. ”Putuskan segera oleh pemerintah dan DPR RI, dengan usulan KPU untuk penundaan pilkada yang direncanakan tanggal 9 Desember 2020,” tegasnya.
Teras menilai, imbauan dan penindakan untuk mematuhi protokol kesehatan tidak akan bermakna dalam pelaksanaan pilkada. Apalagi saat ini belum memasuki masa kampanye, namun sudah banyak yang terpapar. Termasuk Ketua dan Komisioner KPU RI. Selain itu, sejumlah penyelenggara di daerah juga dilaporkan banyak yang terinfeksi Covid-19.
”Biarkanlah kita mengalah di saat sekarang ini dengan pandemi Covid-19. Biarkan Covid-19 meninggalkan kita, asalkan keselamatan rakyat tetap terjaga dan terselamatkan,” katanya.
Sementara itu, KPU Kotim akan menetapkan pasangan calon bupati dan wakil bupati Kotim pada 23 September nanti. Setelahnya dilanjutkan dengan pengundian nomor urut. Kegiatan itu akan dilaksanakan di Aquarius Boutique Hotel Sampit. KPU akan membatasi jumlah peserta kegiatan, sehingga bakal pasangan calon tak bisa leluasa membawa massa pendukung.
Komisioner KPU Kotim Rifqi Nasrulah mengatakan, pengundian nomor urut diizinkan membawa pendukung dengan melihat kapasitas ruangan yang digunakan. Di aula hotel nantinya diperkirakan hanya mampu menampung 150 orang.
Menurut Rifqi, mereka yang boleh masuk hanya yang mengantongi undangan. Di luar itu dilarang, karena mengacu pada kapasitas dan protokol kesehatan pencegahan dan penanggulangan Covid-19. ”Mungkin per paslon paling banyak membawa 50 orang, karena memang terbatas dan dibatasi,” katanya.
Satgas Penanganan Covid-19 Kotim menyarankan agar undangan yang diberikan tidak bisa diduplikasi. Artinya, akan menggunakan sistem barcode. Setiap orang yang masuk akan dilakukan pemindaian barcode di setiap undangan atau tanda pengenal yang diberikan KPU Kotim.
Juru Bicara Satgas Covid-19 Kotim Multazam mengatakan, pelaksanaan protokol kesehatan tidak bisa ditawar lagi. Apalagi belakangan ini terjadi peningkatan cukup signifikan kasus Covid-19.
Multazam berharap bapaslon serta tim pemenangan dan simpatisan agar dapat melaksanakan kegiatan serta tahapan pemilu dengan tetap mengutamakan protokol kesehatan. ”Pembatasan peserta yang datang, baik saat penetapan calon dan pengambilan nomor urut harus benar-benar tegas. Jika ada yang melebihi batas, harus segera dilaporkan agar dibubarkan,” tegasnya.
Potensi Kerawanan
Kepala Kesbangpol Kotim Wim RK Benung mengatakan, pihaknya empat kemungkinan yang bisa terjadi di titik rawan pilkada berdasarkan data Pemilu 2014 maupun 2019 lalu. Kemungkinan itu, yakni hoaks, kampanye hitam, benturan antarpendukung, dan politik uang.
”Jadi, empat inilah yang sudah kami deteksi yang kemungkinan bisa terjadi juga di Pilkada 2020 ini,” katanya.
Empat masalah yang sudah disebutkan tadi kemungkinan juga terjadi. Harapannya, empat titik rawan ini tidak terjadi di Pilkada 2020. Namun, tetap dilakukan pencegahan bersama pihak terkait. Mengenai hoaks, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kominfo, Kepolisian, dan Kodim untuk menghentikannya.
Benturan antarpendukung juga telah dikoordinasikan dengan kepolisian dan tim sukses bakal pasangan calon agar bisa mencegahnya, khususnya saat masa kampanye. ”Politik uang juga tetap kami pantau. Informasinya memang sulit dibuktikan, namun kami tetap berjaga-jaga. Semoga tidak terjadi, begitu juga dengan kampanye hitam. Saat ini Kesbangpol terus memonitor di media sosial," tandasnya. (ang/ign)