Tidak ada yang menyangka dari sudut desa eks transmigrasi di Kecamatan Pangkalan Lada, Kabupaten Kotawaringin Barat, terdapat pengrajin gitar yang hasil karyanya sudah melanglang buana dan diminati musisi luar negeri.
KOKO SULISTYO, Pangkalan Bun
Hampir enam tahun terakhir ini, Binanto (33), warga Desa Pangkalan Durin, Kecamatan Pangkalan Lada, Kobar, lebih banyak menghabiskan waktunya di sebuah sanggar kecil miliknya yang berada tepat di samping tempat tinggalnya. Di bangunan sederhana itu dia mampu melahirkan berbagai jenis gitar.
Pria lulusan sebuah STM (SMK) di Ambarawa, Jawa Tengah tersebut terlihat begitu piawai memotong detail-detail bagian gitar dengan mesin yang ia rangkai sendiri. Keahlian membuat gitar tersebut berawal dari hobinya memainkan alat musik tersebut.
Ditemui di sanggarnya, Minggu (4/10), pria dari dua orang putri tersebut sedang menyelesaikan lima buah gitar, dari jenis akustik sampai gitar elektrik. Gitar itu pesanan pelanggannya di Pontianak, Medan, dan Sulawesi.
Binanto menuturkan, semua berawal dari ketidaksengajaannya ketika membuat dua buah gitar yang kemudian diunggah melalui akun media sosialnya. Ternyata gitar tersebut diminati dan dibeli.
Berawal dari keisengan itulah, Binanto yang saat itu berprofesi sebagai operator alat berat melepaskan pekerjaan utamanya. Dia memilih menjadi pengrajin pembuat gitar, sekaligus seniman alat musik petik itu. Tidak perlu waktu lama, pesanan terus mengalir. Bahkan, peminatnya tidak hanya dari Indonesia, tetapi juga dari Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Selain itu, hasil karyanya juga menjadi koleksi musisi dari Australia.
Tidak berlebihan jika hasil karya Binanto menjadi alat musik andalan sejumlah musisi di Bumi Marunting Batu Aji. Termasuk band lokal Kobar yang sedang naik daun, Cophiet 38 Derajat Celcius.
Menurutnya, gitar hasil karyanya diminati karena dirinya sangat memperhatikan detail dan tingkat presisi. Meski demikian, hingga kini dia belum menemukan bahan utama kayu lokal yang bisa menandingi bahan kayu dari luar negeri, seperti maple dan alder sebagai bahan bodi gitar. Terkadang dia menggunakan kayu lokal, seperti mahoni dan sungkai.
Jenis kayu maple dan alder dipilihnya karena memang menjadi ciri khas bahan gitar yang berkualitas. Bahan tersebut dia peroleh dari Jawa.
Gitar hasil karya Binanto dengan merek Biger atau kepanjangan dari Binanto Gitar Maker tersebut dibanderol bervariatif. Mulai dari harga termurah Rp 2,5 juta, Rp 4,5 juta, hingga Rp 14,5 juta.
”Alhamdulillah, setiap bulannya minimal ada dua unit pesanan, baik dari luar Kalimantan Tengah maupun dari Malaysia sebagai negara paling banyak peminat karya saya," ujarnya.
Meski demikian, usaha rumahan Binanto masih terkendala modal. Padahal, dia ingin membuat galeri yang bisa memajang hasil karyanya, karena sejauh ini ia hanya mengandalkan pesanan dan tidak pernah menyetok hasil karyanya.
Dari hasil membuat gitar itu dia berhasil membuat satu rumah permanen di desanya dan penghasilan yang cukup untuk menghidupi keluarganya.
Dengan keahlian otodidaknya tersebut, dia juga ingin merangkai mesin pemotong sendiri yang digerakkan melalui komputer, agar hasilnya lebih presisi dan detailnya bisa memenuhi selera pasar internasional.
”Saya kalau punya modal saja, mesin komputerisasi saya bisa bikin mas, tetapi karena terkendala modal jadi mesin seadanya dulu dan beberapa juga hasil buat sendiri," pungkasnya. (***/sla/ign)