SAMPIT – Kalangan anggota DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) mempersoalkan kabar adanya calo dalam perekrutan tenaga honorer atau tenaga kontrak di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kotim. Untuk menjadi honorer itu, disebut-sebut ada upeti yang harus dibayar pada oknum tertentu sekitar Rp 20 juta.
”Saya tertarik ada yang bayar tenaga kontrak itu harus bayar Rp 20 juta. Apakah ada pihak BKD mengetahui hal itu?” kata Khozaini, anggota DPRD Kotim dalam forum rapat pembahasan RAPBD Kotim Tahun 2021 bersama Badan Kepegawaian Daerah (BKD) di gedung DPRD Kotim, Selasa (17/11).
Menurut Khozaini, informasi itu beredar di sejumlah pihak. Karena itu, dia ingin mendengar klarifikasi dinas terkait agar tidak menjadi bola liar yang terus bergulir di publik.
Kabarnya, kata Khozaini, uang sebesar Rp 20 juta itu dimanfaatkan untuk memuluskan tenaga kontrak yang ingin bekerja di instansi Pemkab. Uang itu disetorkan melalui pihak tertentu, sehingga ketika penerimaan tenaga honorer nanti bisa dikondisikan.
Mendengar informasi tersebut, Kepala BKD Kotim Alang Arianto langsung membantahnya. Dia menegaskan bahwa kabar itu tidak benar. BKD Kotim tidak pernah memungut dana sebesar itu untuk meloloskan orang yang menjadi tenaga kontrak.
”Kalau ada menerima, tunjuk siapa yang terima uang? Kita minta tunjukkan," kata Alang.
Alang menuturkan, meminta setoran sebesar Rp 20 juta pada calon honorer dinilai sebagai tindakan tanpa hati nurani. Pasalnya, total gaji honorer dalam setahun belum tentu mencapai Rp 20 juta.
”Gaji tenaga kontrak itu berapa sih? Kalau dia bayar Rp 20 juta, setahun gak balik lagi. Kasihan mereka. Sama saja mereka bekerja tidak dibayar kalau masuknya harus bayar Rp 20 juta,” tegasnya.
Alang meyakinkan legislator bahwa pegawai di BKD Kotim wajib memiliki integritas tinggi. Sebab, instansi itu merupakan wadah untuk urusan segala sesuatu berkaitan dengan pegawai dan instansi di bawah Pemkab Kotim.
”Saya sudah pernah sampaikan kepada bupati, kalau orang tidak punya integritas, harus diusut," katanya.
Meski demikian, Alang menduga mereka yang membayar Rp 20 juta bisa saja masuk ingin menyogok menggunakan jasa calo. Kemudian, oknum calo itu yang mematok tarif sebesar itu untuk menjadi tenaga kontrak. (ang/ign)