Berlibur ke Raja Ampat, Papua Barat merupakan impian penulis sejak lama. Saat ada waktu, penulis menyempatkan diri menikmati destinasi wisata tersebut. Berikut tulisannya.
RINDUWAN, Raja Ampat
Raja Ampat memiliki pulau yang memesona mata. Melihatnya dari secara langsung merupakan keinginan penulis. Pada 10 Januari, penulis akhirnya bisa berangkat ke lokasi itu.
Penulis menuju Raja Ampat bersama sejumlah rekan. Lima orang dari Pangkalan Bun, di antaranya Tina, Citra, Luiz, Lingga,dan penulis. Kemudian, tiga orang dari Jakarta, yakni Monica, Yola, dan Rey.
Perjalanan diawali dari Bandara Iskandar Pangkalan Bun ke Bandara Internasional Juanda di Surabaya, Jawa Timur, karena tidak ada penerbangan langsung ke Raja Ampat.
Di Bandara Juanda, penulis masih menunggu penerbangan selanjutnya menuju Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Kami tiba di Bandara di Makassar sekitar pukul 21.00 WITA. Penerbangan selanjutnya dijadwalkan pukul 04.00 WITA.
Selama menunggu penerbangan, saya menyempatkan diri menikmati coto Makassar di sebuah warung makan sekitar bandara. Sekitar pukul 02.00 WITA, chek in penumpang mulai dibuka.
Saya mengantre di barisan paling depan untuk memverifikasi dokumen rapid test antigen. Setelah selesai, baru masuk ke terminal penumpang.
Suasana dalam terminal masih sangat sepi, hanya ada beberapa petugas kebersihan. Penulis lalu beristirahat sambil tidur di kursi. Kami sempat tertidur pulas sampai akhirnya terbangun saat ada panggilan masuk ke pesawat.
Kami melanjutkan perjalanan ke Bandara Domine Eduardo Osok Sorong, Provinsi Papua Barat. Penerbangan ditempuh selama dua jam.
Di Bandara di Sorong, kami, rombongan dari Pangkalan Bun, bertemu dengan rombongan dari Jakarta. Kami lalu membahas persiapan apa saja yang diperlukan selama beberapa hari di kapal untuk mengelilingi Raja Ampat.
Ternyata masih ada beberapa yang perlu dibeli. Selain obat-obatan untuk menghindari masuk angin dan mabuk kapal, juga harus membeli keperluan mandi dan lainnya.
Setelah semuanya selesai, saya bersama temen diarahkan tour guide ke pelabuhan di Kota Sorong. Ada dua speed boat yang disiapkan untuk mengangkut kami berdelapan menuju ke kapal yang berlabuh di tengah laut.
Perlu waktu sekitar sepuluh menit dari pelabuhan penyeberangan menuju kapal. Kapal yang akan digunakan untuk mengelilingi sejumlah pulau, ternyata jauh lebih bagus dari bayangan penulis.
Sampai di kapal, langsung disambut kapten dan kru kapal. Mereka sangat ramah saat menyambut kedatangan kami. Tak ketinggalan jus sirsak segar juga diberikan untuk menyambut kedatangan tamu.
Setelah semuanya berkumpul, tour guide langsung menjelaskan semua aturan selama di kapal. Terakhir kami diajak berkeliling kapal untuk melihat kamar dan tempat untuk bersantai.
”Kapal ini namanya Jakare. Jakare ini sebenarnya nama buaya di Perancis. Kebetulan owner dari Kapal Jakare ini orang Perancis, sehingga nama Jakare diambil dari tempat kelahirannya," ujar tour guide bernama Nico ini.
”Kami berharap semua yang ada di dalam kapal selalu menjaga kebersihan, baik di dalam kamar dan area santai. Termasuk untuk tisu, saya harap tidak dibuang di toilet, sehingga tidak mencemari laut," tambahnya.
Setelah puas berkeliling, Nico mempersiapkan semua pengunjung untuk bersantai terlebih dahulu. Penulis memanfaatkan waktu itu untuk membereskan barang bawaan berupa koper dan tas.
”Kalian ada waktu 20 menit untuk bersantai. Setelah itu makan siang segera kami siapkan. Enjoy trip semua," tutur Nico sambil meninggalkan tempat santai.
Kami lalu membawa barang masing-masing ke kamar. Satu kamar diisi tiga orang.
Tak lama setelah itu, kami lalu makan siang. Selanjutnya, bergerak menuju Raja Ampat.
Perjalanan dari Dorong ke Raja Ampat ditempuh sekitar tujuh jam menggunakan kapal. Saat melewati laut, guncangan semakin terasa karena ombak semakin tinggi.
”Sebisa mungkin makan yang banyak, karena saat ada gelombang, sulit makanan masuk. Mungkin yang belum terbiasa bisa mabuk laut dan sebagainya," tutur Nico.
Secara perlahan kapal berjalan menuju Raja Ampat. Perjalanan yang jauh itu tak terasa. Kami terpesona menikmati keindahan jejeran pulau yang dilintasi.
Sekitar pukul 19.00 WIT, kapal Jakare melepas jangkar dan berlabuh di Pulau Waigeo. Saat berlabuh, Kota Waisai, Ibu Kota Kabupaten Raja Ampat, terlihat dari kapal.
Pelancong, termasuk kami, tidak ada yang turun dari kapal, karena dalam rute perjalanan, tidak ada jadwal ke Kota Waisai. Menurut Nico, kapal berlabuh di sekitar Pulau Waigeo sampai pagi.
Malam itu kami makan dan dengan menu spesial. Setelah makan malam, sebagian melanjutkan berkaraoke dan main game.
Selanjutnya kami kembali ke kamar masing-masing. Mengingat aktivitas masih panjang dan harus menyiapkan fisik agar tidak sakit selama liburan di Raja Ampat.
Pagi harinya, keinginan kami untuk menikmati matahari terbit gagal, karena cuaca hari itu gerimis. Kami lalu berolahraga ringan sekitar setengah jam.
Setelah selesai olahraga, kami lalu menyantap sarapan pagi dengan menu sehat. Gerimis yang belum juga berhenti sampai kami selesai sarapan, membuat Nico agak cemas, karena ada sejumlah tempat yang akan dikunjungi.
Sambil menunggu gerimis, kapal kembali berlayar menuju pulau Soanek Kecil. Pulau tersebut masih alami dan ada pantai kecil yang terlihat putih dan bersih dari jauh.
Untuk menuju pulau tersebut, rombongan diangkut menggunakan dua speed boat agar bisa berlabuh. Nico sengaja membawa ke pulau itu, karena tempatnya yang begitu indah.
”Di sini pantai yang bersih dan jarang kalian temui. Pasirnya hampir menyerupai tepung. Begitu lembut,” ucap Nico.
”Kalian di sini juga bisa foto-foto, berenang. Jika ada yang mau snorkling juga bisa. Alat juga sudah disiapkan," lanjutnya.
Kami yang sudah berpakaian renang, siap bermain air. Air lautnya sangat bening, sehingga dasarnya terlihat jelas.
”Di sini hanya pantai yang bagus buat foto. Kalau spot yang banyak ikannya itu banyak. Nanti akan dijelajahi satu per satu," ucap Nico.
Aktivitas kami terhenti sampai sekitar pukul 12.00 WIT, saat makan siang. ”Kalian jangan khawatir, tempat selanjutnya jauh lebih indah," ujar Nico sambil tertawa.
Saat makan siang, kami masih membahas lokasi yang kami nikmati tadi.
”Gila, keren banget. Saya yang biasanya hidup di Jakarta lihat pantai seindah ini. Ini keren parah," tutur Yola.
Menurut penilaian penulis, pantainya sangat bersih, karena ada orang lokal yang menjaga kebersihan pantai. Termasuk saat rombongan datang, ranting kecil di pantai juga disapu.
Setelah makan, kapal kembali berlayar menuju Pulau Friwen. Perjalanan dari Pulau Soanek Kecil ke Friwen perlu waktu sekitar satu jam.
”Pantai Friwen itu agak tertutup sedikit, tapi tidak kalah bagusnya dengan Soanek Kecil. Kalian bisa snorkling di sana dan bawah lautnya keren sekali," tutur Nico.
Setibanya di lokasi, pantai tersebut memang benar-benar memanjakan mata. Hamparan pasir putihnya sangat memukau.
”Jika nanti snorkling, harus tetap memperhatikan arus, karena di sini arusnya cukup kuat. Selalu berhati-hati dan kalau bisa berkelompok," ujar Nico.
Kami menghabiskan waktu lumayan lama di Pantai Friwen. Sembari ada yang snorkling, penulis mencoba naik paddle board yang dibawa kru kapal.
”Kalau tidak dicoba, tidak bakal tahu sensasi naik paddle itu bagaimana. Kalau jatuh naik lagi. Jatuhnya di air, jadi gak bakal sakit," ujar Melki, salah satu kru kapal yang membantu. Setelah semuanya puas bermain dan berfoto, kami sepakat kembali ke kapal untuk beristirahat. (***/ign/bersambung)