PANGKALAN BANTENG - Petani jagung di Desa Karang Sari, Kecamatan Pangkalan Banteng, terpaksa harus menjual jagung tongkolan (belum dipipil) dengan harga murah. Hal itu dilakukan karena mereka tak ingin semakin rugi dengan menanggung biaya pascapanen.
Pilihan untuk menjual hasil panen jagung dengan sistem tongkol memang lebih praktis meski dihargai murah oleh tengkulak. Cara itu dinilai lebih baik untuk menekan makin besarnya kerugian yang akan diterima petani.
Setiawan, salah satunya. Ia merelakan jagung hasil panen kebunnya dihargai Rp 1.300 per kilogram lantaran menjual dengan sistem tongkolan. ”Daripada rugi makin besar, lebih baik dijual dengan tongkolnya sekalian,” ujarnya.
Menurutnya, harga jagung yang sudah dipipil saat ini semakin turun. Jika sebelumnya jagung petani Desa Simpang Berambai dihargai Rp 3.200 per kilogram, saat ini jagung kering pipil hanya Rp 2.800 per kilogram. Sedangkan biaya untuk proses pemipilan dan pengeringan tidak akan tertutupi dengan selisih harga jagung yang hanya Rp 1.500 per kilogram.
”Apa ya cukup, biaya pengeringan, biaya pipil, ada lagi biaya angkut untuk pengeringan,” katanya. (sla/yit)