SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

SAMPIT

Senin, 06 Juni 2016 11:50
Pemkab Bakal Terapkan Listrik dari Sampah, Aktivis Lingkungan Meradang
SAMPAH: PT. Korina Surabaya memaparkan pembangkit listrik tenaga sampah kepada instansi terkait di aula DPU Kobar Jumat lalu. (FOTO: JOKO/RADAR SAMPIT)

PANGKALAN BUN - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotawaringin Barat (Kobar) akan mengkaji Pembangkit Listrik Tenaga Sampah yang dipaparkan oleh PT Korina Surabaya di aula kantor Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kobar, Jumat (3/6) lalu.

PT Korina Surabaya telah memaparkan dan menawarkan kepada Pemkab Kobar tentang teknologi baru mengurangi permasalahan sampah dengan mengubah menjadi sumber energi. Untuk 3 ribu KW listrik diperlukan refuse derifed fuel (RDF) 8 ton per jam selama 24 jam kerja. Artinya butuh 192 ton sampah per hari. Permasalahannya, Kobar baru menghasilkan 69 ton sampah per hari.

Kasi Kebersihan DPU Kobar Jumadianto mengatakan, akan mendukung apabila pembangkit listrik tenaga sampah dapat terwujud. Namun pihaknya akan memperhitungkan keuangan daerah serta studi kelayakannya di Kobar.

"Manfaat dari ini adalah memperpanjang usia TPA, sampah tidak akan lama terkumpul di TPA yang bisa menimbulkan dampak lain," kata Jumadianto, Jumat (3/6).

Jumadianto menjelaskan, untuk pembangkit listrik tenaga sampah tersebut akan memerlukan sampah dengan jumlah tertentu yang harus dibakar habis untuk menggerakan tenaga turbin hingga menghasilkan tenaga listrik. "Listrik itu bonus saja, tapi intinya mengurangi jumlah sampah di TPA," kata Jumadianto.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPRD Kobar Ahmadiriansyah mengatakan, Pemkab Kobar akan mengkaji terlebih dahulu dan melakukan pertemuan lebih lanjut dengan PT Korina Surabaya hingga mengetahui kekurangan dan kelebihan pembangkit listrik tenaga sampah tersebut.

"Dalam satu hari saja kita menghasilkan 69 ton sampah, yang dapat dikonversi hanya 20 persen, artinya hanya menghasilkan listrik 30 KW. Kalau diadopsi kemungkinan belum mampu dikonversi ke energi listrik, dengan daya segitu tidak bisa dijual ke PLN," jelas Ahmadiriansyah.

Sementara itu di lain tempat, sejumlah organisasi masyarakat sipil yang aktif bergerak dalam isu mengenai lingkungan hidup menyatakan akan melayangkan permohonan judicial review terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah atau PLTSa di Mahkamah Agung (MA) dalam waktu dekat. Penyebabnya, penerapan PLTSa di tujuh kota yakni Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, dan Makassar dinilai malah merusak lingkungan hidup di sekitarnya.

Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Margaretha Quina memaparkan lima alasan utama mengapa judicial review tersebut harus dilakukan. Pertama, Perpres tersebut mempromosikan hanya percepatan PLTSa teknologi termal yang justru tidak ramah lingkungan.

Dia menjelaskan terkait hal tersebut ada Undang-Undang (UU) Pengelolaan Sampah khususnya Pasal 29 Ayat 1 huruf g melarang membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis. Alasan kedua, yakni adanya lepasan berupa pencemar berbahaya dan beracun dari PLTSa, termasuk pencemar yang bersifat persisten dan sulit dipulihkan kembali. “Sehingga bertentangan dengan UU Pengelolaan Sampah, UU Kesehatan dan UU Ratifikasi Konvensi Stockholm,” kata Quina saat dihubungi Jawa Pos, kemarin (4/6). (dod/jok/yit)


BACA JUGA

Rabu, 09 September 2015 22:17

Dishub Diminta Tambah Traffic Light

<p><strong>PALANGKA RAYA</strong> &ndash; DPRD Kota Palangka Raya menilai sejauh…
Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers