SAMPIT – Meskipun hingga kini Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kotawaringin Timur (Kotim) belum menerima adanya laporan adanya dokter abal-abal atau dokter palsu. Namun pihaknya tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. Sebab, keberadaan dokter palsu tentunya akan sangat meresahkan masyarakat, karena obat yang diberikan kepada pasien tidak sesuai dosis atau salah resep.
”Walaupun sampai sekarang di Kotim, khususnya Kota Sampit, belum ada laporan adanya dokter palsu, tapi hal ini harus tetap diwaspadai oleh masyarakat. Terutama yang berada di desa-desa yang di luar jangkauan pengawasan IDI dan dinas kesehatan,” kata, Ketua IDI Kotim Moch. Choirul Waro, Jumat (2/9) lalu.
Dijelaskannya, agar seorang dokter bisa membuka tempat praktik atau bekerja disuatu wilayah banyak tahapan yang wajib dilalui. Mulai dari permohonan surat tanda registrasi (STR) kepada Konsil kedokteran Indonesia pusat dengan menyertakan sertifikat kompetensi sesuai bidang kedokteran masing-masing.
Selanjutnya, sambung Choirul, STR akan digunakan untuk mengajukan permohonan surat rekomendasi dari IDI setempat kepada Dinas Kesehatan (Dinkes) untuk membuka praktik kesehatan. Setelah itu dinas kesehatan menerbitkan surat izin praktek (SIP) bagi dokter tersebut. Surat izin itu masa berlaku kurang lebih 5 tahun.
”Salah satu standar membuka tempat praktik, seorang dokter harus mencantumkan nomor SIP pada papan nama tempat ia bekerja. Di mana-mana dokter itu pasti mempunyai SIP, kalau tidak berarti ilegal,” tegasnya.
Dalam mengawasi keberadaan dokter-dokter di Kotim, Dinkes dan IDI juga bekerja sama dengan puskesmas atau tempat pelayanan kesehatan disetiap desa dan perusahaan yang menyediakan jasa kesehatan. Setiap ada dokter baru yang membuka praktik diwilayah mereka, pihak puskesmas wajib mendata dan menyelidikinya, misalnya dengan mengecek nomor SIP dokter tersebut memang sudah didaftar di dinas kesehatan atau belum.
Ditambahkannya, tentu ada sanksi bagi siapa saja yang berani membuka praktik dokter tanpa mempunyai SIP, baik teguran maupun sanksi hukum. Namun, untuk menangani hal tersebut sudah di luar wewenang IDI, melainkan kewenangan dinas kesehatan dan satuan keamanan setempat. Kewenangan IDI hanya dalam lingkup profesinya saja. (vit/fin)