SAMPIT – Dua staf administrasi di salah satu perguruan tinggi di Sampit menuntut pesangon setelah diberhentikan dari tempat kerja. Mereka adalah Mirza Violeta dan Vien Yoan.
Saat bertandang ke kantor Radar Sampit, Mirza Violeta menceritakan bahwa persoalan ini berawal ketika keduanya ditugasnya shift malam mulai 6 September. Mirza Violeta dan Vien Yoan menyampaikan keberatan dan tetap masuk kerja di siang hari.
Akhirnya pada 19 September pihak kampus mengeluarkan Surat Peringatan Ketiga (SP III) dan hari berikutnya mengeluarkan surat PHK. ”Kami dapat SP 3, tanpa adanya SP 1 dan SP 2. Setelah di-PHK, kami juga tidak diberi pesangon. Padahal saya sudah bekerja selama 14 tahun, sedangkan Vien 16 tahun,” ucap Mirza Violeta saat mendatangi kantor Rradar Sampit, Selasa (4/10) lalu.
Perundingan antara dua staf dan pihak kampus dilaksanakan pada 23 September. Sesuai dalam risalah perundingan bipartit, pihak kampus berpendapat bahwa pekerja mangkir lima hari berturut-turut, sehingga melanggal pasal 168 ayat 1 UU No 13/2003 sehingga di-PHK sepihak tanpa pesangon.
Sementara Mirza Violeta dan Vien Yoan berpendapat tidak melakukan pelanggaran pasal 168 ayat 1 karena tetap masuk kerja di pagi hari. Perundingan pun tidak menghasilkan kata sepakat sehingga berlanjut perundingan tripartit dengan melibatkan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disosnakertrans) Kotim.
Mirza Violeta dan Vien Yoan telah meminta Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disosnakertrans) Kotim untuk menyelesaikan permasalahan ini. Dalam surat yang mereka tujukan pada dinsos, dilampirkan tuntuntan mereka mengenai jumlah pesangon yang mereka inginkan.
Jumlah pesangon yang mereka tuntut, masing-masingnya berjumlah Rp 68.280.000 untuk MV yang bekerja selama 14 tahun, dan Rp 71.040,000 untuk VY yang bekerja selama 16 tahun. Meski begitu, perundingan telah dilakukan dengan perguruan negeri tempat mereka bekerja, walaupun tidak menyelesaikan masalah. Sebab jumlah tuntutan mereka yang terlalu tinggi padahal jabatan mereka hanya sebatas Staff TU.
Sementara itu, pihak perguruan tinggi yang bersangkutan belum mau berkomentar lebih jauh sebelum mediasi di Dinsosnakertrans Kotim selesai. (sei/yit)