PANGKALAN BANTENG – Tingginya intensitas hujan beberapa hari terakhir menimbulkan kegalauan sejumlah petani karet di wilayah Pangkalan Banteng. Cuaca yang labil alias tak menentu seperti yang terjadi saat ini membuat proses penyadapan getah karet tidak stabil dan produksi getah menurun secara drastis dari hari-hari sebelumnya.
Kondisi ini tentu merugikan petani karet yang tersebar di delapan desa yang berada di lokasi eks transpir. Meski harga karet saat saat ini mulai membaik. Seperti harga getah untuk minggu ini naik hingga mencapai Rp 8.100 perkilogram yang sebelumnya hanya dikisaran Rp Rp 7.000 perkilogramnya.
Menurut petani karet desa Sungai Hijau Widodo, yang juga warga desa Sungai Hijau Kecamatan Pangkalan Banteng, sebagai petani karet dirinya cukup senang dengan harga getah saat ini yang mulai merangkak naik.
”Hujan cukup sering terjadi, apalagi kalau subuh. Kondisi Itu sangat tidak menguntungkan. Padahal harga karet saat ini cukup tinggi bila dibandingkan tahun lalu,” ungkapnya.
Ia juga mengatakan, hujan yang terjadi mulai dini hari hingga pagi akan sangat menyulitkan untuk memaksimalkan hasil panen. Pasalnya saat yang tepat untuk menyadap karet adalah pagi hari saat kondisi udara masih dingin.
”Pagi hari udara kan masih dingin, jadi getah mengalir deras. Tapi kalau hujan ya getahnya hilang bercampur air. Siang hari juga tidak memungkinkan karena panas, dan sore hari ada hujan lagi,” papar Widodo.
Hal serupa diutarakan Jono, petani karet SidoMulyo ini harus mensiasati turunnya hujan dengan melakukan penyadapan secara cepat. Ia juga harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli obat pengental agar getah tidak habis tercampur air.
”Harus tambah biaya lagi, beli obat pengental. Kalau tidak yang tekor terus mas. Mumpung harga karet bagus, jadi harus dimaksimalkan,” tegasnya.
Selain itu, pengepul getah karet asal Desa Marga Mulya Edi Priyono mengakui, bahwa kenaikan harga getah karet juga dibarengi dengan berkurangnya hasil panen dari warga. Hujan yang turun tak menentu menjadi salah satu penyebabnya.
”Turunnya memang tidak signifikan. Tapi cukup terasa, padahal harga mulai bagus. Kita biasa terima antara Rp 8100-Rp 8300 perkilogram,” tandasnya. (sla/gus)