JAKARTA – Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta Badan Intelijen Negara (BIN) dan Polri bertanggung jawab atas percakapan telepon dirinya dengan Ketua MUI Kiai Ma'ruf Amin yang menurutnya telah disadap. BIN membantah telah melakukan penyadapan tersebut.
”Kami tidak terkait dengan persoalan itu. Kalaupun kami melakukan penyadapan, itu ada mekanismenya yang diatur dalam undang-undang dan kami tidak boleh sembarangan menyadap tanpa aturan yang berlaku," tegas Deputi VI Komunikasi dan Informasi BIN Sundawan Salya dalam rilis yang diterima Radar Sampit, Kamis (2/1).
Sundawan menegaskan, informasi percakapan SBY-Ma'ruf Amin yang disampaikan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan pengacaranya dalam persidangan Selasa (31/1) lalu, bukan berasal dari BIN.
”Tentang adanya komunikasi antara Ketua MUI dengan Susilo Bambang Yudhoyono yang disampaikan kuasa hukum Basuki Tjahja Purnama dalam persidangan 31 Januari 2017, kami menegaskan informasi tersebut bukan berasal dari BIN," ujar Sundawan.
Sundawan menuturkan, pernyataan Basuki dan penasihat hukumnya pada persidangan 31 Januari lalu, terkait informasi tentang komunikasi antara KH Ma'ruf Amin dengan SBY tidak disebutkan secara tegas, apakah dalam bentuk komunikasi verbal secara langsung atau percakapan telepon yang diperoleh melalui penyadapan.
”Informasi tersebut menjadi tanggung jawab saudara Basuki dan penasihat hukum yang telah disampaikan kepada majelis hakim dalam proses persidangan tersebut,” tegasnya.
Menurutnya, Basuki sudah menyampaikan permohonan maaf kepada KH Ma'ruf Amin dan sudah diterima serta dimaafkan. Basuki juga telah melakukan klarifikasi bahwa informasi yang dijadikan sebagai bukti dalam persidangan, berita yang bersumber dari media online.
Dia menjelaskan, berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, BIN merupakan elemen utama dalam sistem keamanan nasional untuk mempertahankan kesatuan dan persatuan NKRI.
”Dalam menjalankan tugas, peran dan fungsinya, BIN diberikan kewenangan untuk melakukan penyadapan berdasarkan peraturan perundang-undangan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia. Namun, penyadapan yang dilakukan hanya untuk kepentingan penyelenggaraan fungsi intelijen dalam rangka menjaga keselamatan, keutuhan, dan kedaulatan NKRI yang hasilnya tidak dipublikasikan, apalagi diberikan kepada pihak tertentu,” ujarnya.
Sebelumnya, SBY merasa telah disadap setelah namanya disebut-sebut dalam persidangan kasus dugaan penistaan agama, Selasa (31/1) lalu. Dalam sidang kasus dugaan penistaan agama di auditorium Kementerian Pertanian itu, Basuki alias Ahok dan kuasa hukumnya menanyakan soal percakapan Ketua MUI Ma'ruf Amin dengan SBY.
Hal ini membuat SBY mengambil kesimpulan bahwa dirinya disadap. ”Kalau institusi negara, Polri, BIN, menurut saya, negara bertanggung jawab. Saya berharap berkenan Pak Presiden Jokowi menjelaskan dari mana transkrip penyadapan itu, siapa yang bertanggung jawab. Kita hanya mencari kebenaran. Ini negara kita sendiri, bukan negara orang lain, bagus kalau kita bisa menyelesaikannya dengan baik, adil, dan bertanggung jawab," kata SBY. (*)