Upaya membangun generasi berkualitas tengah diuji. Penghancuran moral anak-anak muda terus berlangsung tanpa henti. Bisnis haram silih berganti menawarkan kenikmatan duniawi. Gaung perang yang dikoarkan sejak dulu seolah tak berarti. Regenerasi pelaku terus terjadi.
LAPORAN AMIRUDIN
Kegelisahan semakin rusaknya moral sebagian generasi muda bisa ditangkap dari sikap dan tindakan sejumlah tokoh agama di Kota Sampit. Mereka turun langsung ke titik yang disinyalir kerap jadi sarang bisnis haram itu, Kamis (2/1) lalu.
Dengan mata kepala sendiri mereka menyaksikan bahwa dunia hiburan malam berpotensi besar menarik para generasi muda yang krisis moral, larut dalam gemerlapnya kemewahan yang sejatinya berujung pada kehancuran masa depan.
Itu hari ketiga mereka ke lokasi hiburan malam di Jalan Tjilik Riwut tersebut. Sekaligus puncak kegelisahan dan kegeraman mereka. Pemilik THM itu pun ditemui. Permintaan mereka sederhana, yakni memeriksa ketat setiap tamu yang masuk, jangan sampai ada anak di bawah umur yang masuk dan ”tersesat” ke lokasi itu.
”Apa sulitnya periksa identitas tamu yang datang? Jika anak-anak, apalagi pelajar, jangan dibiarkan masuk. Jika yang dewasa, silakan karena mereka sudah dapat berpikir bijak terkait risiko perbuatannya,” ujar KH M Yusuf Al-Hudromy saat itu.
Bisnis prostitusi memang menjadi sorotan belakangan ini. Pelakunya beregenerasi. Rata-rata yang jadi penjaja cinta satu malam itu wanita muda, bahkan ada anak di bawah umur. Hal itu dinilai mengkhawatirkan.
Penghancuran moral tak hanya dari prostitusi terselubung. Peredaran narkoba, minuman keras, dan obat keras daftar G, bersatu menggerogoti moral generasi. Pengakuan dari sejumlah pengedar barang haram yang diringkus polisi, sebagian besar konsumen mereka merupakan pelajar.
Dalam sebulan terakhir, aparat kepolisian silih berganti menangkap para budak sabu dan pil setan. Mata rantai jaringan itu sulit diputus. Mereka terus tumbuh tiada henti. Hukuman penjara yang seharusnya menjadi efek jera, tak mampu menahan derasnya pasokan narkoba yang masuk.
Kamis (2/2) lalu, aparat berhasil membongkar jaringan peredaran narkoba jenis sabu yang lumayan besar. Polres Kotim meringkus Erliansyah (30), budak sabu tersebut. Penangkapan itu berhasil menggagalkan peredaran 400 gram sabu senilai Rp 900 juta yang disimpan di kebun nanasnya.
”Pengintaian terhadap Erliansyah dilakukan selama tiga hari. Kecurigaan semakin menguat setelah melihat secara tersangka keluar masuk kebun nanas miliknya,” ujar Kapolres Kotim AKBP Hendra Wirawan melalui Kasatres Narkoba Polres Kotim AKP Wahyu Edi Priyanto.
Meski merupakan prestasi besar Polres Kotim di awal tahun ini, penangkapan itu sejatinya membuktikan bahwa jerat hukum belum mampu menghentikan bisnis barang haram itu. Ancaman tembak mati juga tak membuat mereka gentar.
---------- SPLIT TEXT ----------
Belenggu Kemiskinan
Muara dari kian suburnya bisnis haram itu adalah belenggu kemiskinan. Sebagian pelakunya tak siap dan tak ingin hidup melarat. Jalan pintas penuh risiko pun ditempuh demi meraup rupiah dalam jumlah besar.
Pengamat sosial di Kotim Joni menuturkan, minimnya lapangan pekerjaan dan biaya pendidikan mahal yang mahal menjadi penyebab para pelaku bisnis haram itu terjun ke dunia hitam. Pelajar yang terjebak protitusi terselubung, menjual diri karena harus keluar biaya besar untuk hidup.
”Terlepas dari pergaulan, baik narkoba, miras, dan ekstasi, minimnya lapangan pekerjaan yang mengarah pada kebutuhan ekonomi sehari-hari, serta pendidikan yang dinginkan semua orang, banyak yang tidak mampu sehingga terpaksa menempuh jalan dengan menjual diri,” ucap Joni, Sabtu (4/2).
Menurut Joni, banyak anak-anak di bawah umur jadi korban pelacuran hanya demi memenuhi kebutuhan hidup dan pendidikan. Paling rentan adalah dari pedalaman yang tinggal kota dengan menyewa barak atau rumah kontrakan.
Penelusuran Radar Sampit, bisnis prostitusi yang melibatkan pelajar tergolong rapi. Mereka merekrut korban dengan menawarkan keuntungan besar. Dalam seminggu, bisa menghasilkan sekitar Rp 5 juta.
”Hal ini harus secepatnya ada perbaikan. Contohnya, biaya les, tebus buku, biasanya dari kalangan tak mampu, terpaksa mendapatkan uang dari situ jika orangtuanya tidak mampu membiayai. Semua orang mau sekolah,” ucapnya.
Menurut Joni, penindakan dari aparat terkait sangat diperlukan sebagai langkah pencegahan, diikuti gerakan dari Pemkab Kotim membantu meringankan beban generasi penerus. ”Meski nanti ada penindakan, kalau tidak diikuti dengan sikap dari pemerintah, bisa marak lagi, sementara lapangan pekerjaan dan pendidikan semakin sulit. Masa sekolah swasta saja mampu di Kotim ini. Sudah ada dari TK hingga SMA digratiskan,” ujarnya.
---------- SPLIT TEXT ----------
Jihad
Bisnis prostitusi membuat para ulama geram karena seolah ada pembiaran. H Iwan M Arsyad, ulama di Kota Sampit, mengaku sudah terlalu lama diam terhadap prostitusi terselubung yang sudah menjadi rahasia umum. Dia siap ikut memberangus bisnis tersebut.
”Ini adalah jihad dengan cara yang positif melawan kehancuran moral, tanpa kekerasan, bahkan tanpa gaji sekalipun. Sebagai putra daerah, hati saya sangat tersayat dengan kondisi seperti ini,” kata KH Iwan M Arsyad ketika dibincangi Radar Sampit di kediamannya, kemarin.
Pengasuh Pesantren Nurul Ain di Kecamatan Baamang yang akrab disapa warga dengan panggilan Guru Iwan ini juga mendukung sikap para ulama yang memberanikan diri turun ke lapangan atas rasa prihatin terhadap nasib anak-anak dalam lingkaran setan yang semakin menjadi-jadi.
”Ini merupakan tanggung jawab kita bersama. Dukungan ini merupakan kekhawatiran terbesar kita dalam masalah yang dihadapi saat ini. Kerusakan moral anak-anak di dunia malam, identik dengan narkoba miras (minuman keras) dan lainnya,” jelasnya.
Dia juga mengharapkan lembaga adat turun tangan ikut mencegah penghancuran moral yang terus berlangsung. ”Selain mendukung sekali langkah berani ayahanda (KH M Yusuf Al-Hudromy), saya meminta DAD (Dewan Adat Dayak) untuk bersama-sama memerangi ini. Kita ingatkan kembali, para penegak hukum seperti kata Presiden RI Jokowi, menyatakan perang terhadap narkoba. Sekarang tugas kita adalah membina mental mereka,” tegasnya.
Guru Iwan meminta semua pihak tak salah mengartikan gerakan para ulama yang ikut turun tangan memerangi prostitusi terselubung. Apa yang dilakukan merupakan langkah untuk mecegah adanya korban lainnya.
”Sekarang kita menghadapinya sama-sama. Keberanian ulama yang bergerak, yang tugasnya biasa hanya di dalam pesantren. Ketika dalam situasi seperti ini, semuanya mengambil sikap. Artinya, sudah tidak mampu lagi menahan diri,” ujarnya.
Dia meminta semua lapisan masyarakat, khususnya legislatif dan eksekutif, serta aparat, untuk mencegah kehancuran moral yang lebih cepat. ”Sekarang kita turun tangan meskipun risiko luar biasa yang akan dihadapi nantinya. Jika tidak seperti ini, hanya dua hal yang akan kita lihat di kemudian hari. Pertama, kehancuran, kemudian bala akan diturunkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala,” ujarnya sembari berzikir.
Guru Iwan menyesalkan, sudah sejak lama kemaksiatan yang merajalela tidak pernah terbongkar. Dia tak bisa membayangkan Kotim ke depannya, ketika ajaran agama tak lagi diperhatikan dan perbuatan dosa dan kejahatan semakin berkuasa. ”Saya minta aparat jangan menguji keyakinan umat Muslim,” tegasnya.
---------- SPLIT TEXT ----------
Sambangi DPRD
Sementara itu, KH M Yusuf Al Hudromy menilai belum ada perhatian serius dari pihak terkait untuk segera bergerak setelah mereka turun. Karena itu, pihaknya akan mendatangi wakil rakyat untuk menuntut sikap dan perhatian dalam memerangi prostitusi yang merambah pelajar.
”Senin (6/1), kami akan datang ke DPRD Kotim, mempertanyakan kenapa pihaknya selama ini diam. Jika nanti mereka mengaku tidak tahu dengan situasi saat ini, akan kami tunjukkan,” tegas Yusuf.
Dia bersama sejumlah ulama, ustad, dan tablig akan menyampaikan bahaya yang dihadapi pelajar di masa kini. Bahkan, dirinya juga akan meminta dengan tegas untuk ikut memperhatikan sejumlah tempat hiburan malam (THM) yang tidak peduli aturan.
”Harus dibongkar semua ini, biar jadi contoh. Sampit ini bukan tempat yang bisa seenaknya digunakan untuk hal semacam itu,” kecamnya. (mir/ign)