SAMPIT – Razia yang kerap digelar petugas gabungan ternyata tak efektif meredam praktik maksiat di Kota Sampit. Meski beberapa kali banyak yang terjaring, pelakunya terus bermunculan. Tak perduli di bulan Ramadan. Sanksi sosial dan teguran petugas tak lagi mempan.
Fakta itu tergambar dalam beberapa kali razia yang digelar tim gabungan dari Satpol PP, Polres Kotim, TNI, dan sejumlah instansi terkait lainnya. Selama Ramadan ini, petugas tercatat melakukan razia pekat sebanyak tiga kali, yakni 3, 10, dan 17 Juni.
Dari pengamatan, pola dan jadwal razia sebenarnya selalu sama, yakni setiap akhir pekan. Mirisnya, selalu banyak yang terjaring, seolah tak gentar lagi dengan petugas yang mengobok-obok lokasi yang dinilai rawan maksiat. Disinyalir praktik maksiat yang dilakukan di hari-hari lain juga merajalela.
Radar Sampit mencatat, pada 3 Juni, sebanyak tujuh pasangan tidak sah terjaring. Selanjutnya, pada 10 Juni, 11 pasangan tidak sah digelandang petugas. Kondisi serupa terjadi lagi dalam razia akhir pekan lalu (17/6). Sebanyak 11 orang pasangan bukan muhrim kembali terjaring.
Ironisnya, dalam operasi Sabtu lalu, tim menjaring pasangan yang diduga oknum aparatur sipil negara (ASN). Sang wanita mengaku berprofesi sebagai guru, sementara pria pegawai puskesmas di Palangka Raya. Keduanya kedapatan berada dalam satu kamar hotel di Jalan Pramuka.
Keduanya mencoba berkilah dengan mengaku sudah menikah siri. Namun, petugas memeriksa kartu tanda penduduk (KTP) keduanya, statusnya sudah sama-sama menikah, namun dengan alamat berbeda. Keduanya pun diangkut ke kantor Satpol PP bersama pasangan lainnya yang terjaring di sejumlah lokasi berbeda.
”Kami masih mendalami ini dan melakukan penyelidikan. Jika terbukti ASN dan bukan pasangan suami istri, akan kami sampaikan pada atasan masing-masing untuk ditindaklanjuti dan disanksi sesuai aturan,” ujar Kepala Bidang Ketertiban dan Ketentraman Masyarakat Satpol PP Kotim Punding.
Punding menegaskan, operasi pekat akan terus dilaksanakan selama bulan Ramadan. Hal tersebut untuk menjaga kesucian bulan puasa, serta menekan angka kenakalan remaja dan seks bebas.
Sanksi Lemah
Pengamat sosial di Kota Sampit Riduwan Kusuma mengatakan, kembali terjaringnya sejumlah pasangan yang diduga berbuat mesum di bulan Ramadan, disebabkan tak ada sanksi tegas pada pasangan yang terjaring sebelumnya. Hal itu membuat sebagian besar calon pelaku tak merasa takut apabila berbuat hal sama.
Pemerintah diminta tak membiarkan kondisi tersebut. Pemkab diharapkan lebih tegas. Apalagi belakangan ini marak kasus pembuangan bayi yang dinilai sebagai dampak dari pergaulan bebas dan praktik maksiat yang tak terkendali. Jika masalah itu dianggap sepele, kasus pembuangan bayi bakal terus terulang.
”Dampaknya pasti ada. Larinya ke mana-mana. Ini perlu ketegasan. Terapkan hukum agar tidak ada lagi yang mengulangi serta memberikan efek jera yang dapat dijadikan contoh bagi masyarakat lainnya. Bisa jadi peringatan. Sejauh ini marak pemberitaan mengenai razia pekat, tapi tampaknya tak berpengaruh besar,” ujar Riduwan, Minggu (18/6).
Riduwan menuturkan, selama ini, setiap orang yang terjaring pekat selalu diamankan, kemudian diberikan pembinaan, didata, kemudian dilepaskan begitu saja. Hal tersebut dinilai tak akan bisa memberikan efek jera, terutama kepada orang yang belum pernah ditangkap.
”Jika ditambah lagi dengan adanya efek jera dari sanksi tegas itu akan membuat orang berpikir untuk berbuat,” jelasnya.
Menurut Riduwan, penggunaan teknologi yang tak terkendali di berbagai kalangan juga berimbas pada kian bebasnya pergaulan. Kondisi demikian diperparah dengan lemahnya pengawasan dari lingkungan keluarga. (mir/rm-82/ign)