HADIRNYA patung jelawat di Sampit sejak 2014 itu membawa berkah bagi nelayan di luar Sampit. Permintaan dari sejumlah rumah makan meningkat sehingga harga jual ikut naik.
YAN ALFRITS, Sampit
Ikan jelawat memang sudah tidak bisa ditemukan lagi di Sampit. Perairan di Sampit, khususnya sungai Mentaya, sudah tidak cocok lagi sebagai habitat ikan endemik Kalimantan itu. Stok ikan di pasar pun juga masih berasal dari luar Sampit.
Namun, patung jelawat di tepi Sungai Mentaya justru besar dan megah di Sampit. Pemkab membangun patung jelawat tersebut sejak 2014 silam.
Dinas Perikanan Kabupaten Kotim telah mencoba berbagai upaya untuk menghidupkan jelawat di Sampit. Namun, para nelayan di sepanjang sungai Mentaya tidak sanggup membesarkan ikan ini. Kendala mereka semua sama, kualitas air yang buruk.
Berdasar hal ini, dinas perikanan mencoba menghidupkan ikan jelawat di luar Sampit. Wilayah yang dikejar dinas perikanan berada di daerah hulu maupun danau-danau yang masih ‘perawan’.
Saat ini, yang sedang diuji coba berada di kolam milik kelompok nelayan, Jalan Jenderal Sudirman Km 10 dan di danau yang berada di Kelurahan Tanah Mas. Lokasi-lokasi itu cukup jauh dari areal perkebunan, sehingga kualitas air masih bagus dan jelawat dapat bertahan di sana.
“Tahun ini kami masih fokus dulu mencari lokasi yang cocok untuk jelawat,” kata Kepala Dinas Perikanan Heriyanto.
Ikan jelawat merupakan ikan dengan perkembangan yang lama. Dari bibit hingga dewasa memerlukan waktu tunggu mencapai 2 tahun. Jadi, jarak waktu 4 tahun mulai dari dibangunnya ikon jelawat itu merupakan waktu yang pendek untuk jelawat. Menurut Heriyanto, perlu waktu kurang lebih 10 tahun agar ikon jelawat di Bumi Mentaya itu bukan hanya sekedar patung.
Hadirnya patung jelawat di Sampit sejak 2014 itu, lanjut Heriyanto, membawa berkah sendiri bagi nelayan jelawat di luar Sampit. Pasalnya, pemasaran ikan jelawat dulu sangat susah dilakukan. Nelayan hampir tak mau membudidayakan ikan ini.
Setelah adanya patung jelawat di Sampit, permintaan ikan jelawat dari Sampit meningkat. Harga jual jelawat pun juga cukup tinggi. Nelayan di sekitar Kotim mendapatkan dampak positif itu secara tidak langsung.
Tak hanya masyarakat luar Kotim yang merasakan sisi baik dari dibangunnya ikon jelawat itu. Masyarakat Sampit pun juga bisa memanfaatkan momen ini. Terbukti dengan banyaknya pelaku usaha dalam bentuk UMKM yang memanfaatkan jelawat menjadi berbagai olahan makanan.
Makanan olahan dalam bentuk makanan ringan/camilan adalah yang paling diunggulkan di Sampit. Camilan ini sudah menjadi oleh-oleh khas dari Sampit bagi wisatawan yang hendak beranjak dari Bumi Mentaya.
Hal ini merupakan salah satu tujuan dibangunnya ikon jelawat di Sampit ini. Pemerintah Kabupaten ingin menjadikan Sampit sebagai pintu masuk pariwisata di Kotim.
Meskipun ikan jelawat tidak ada di Sampit, dinas perikanan akan tetap menghidupkan jelawat di Kotim. Oleh karena itu, dinas perikanan masih berburu lokasi yang sesuai untuk perkembangan jelawat di Kotim. Seperti yang sekarang ada di Kotabesi (Danau Pemalasan) dan Mentaya Hulu (Danau Sempiding).
Menurut Heriyanto, pembudidayaan jelawat tidak akan dilakukan secara terpusat. Pembudidayaan akan dilakukan pada banyak wilayah dan memberdayakan nelayan setempat. Tujuannya, untuk meningkatkan taraf hidup nelayan.
Tidak adanya jelawat di Sampit dirasa bukanlah inti dari masalah ini. Karena, jelawat masih banyak ditemukan di berbagai wilayah sekitar Kotim. Perekonomian warga juga masih terjaga dengan kondisi ini.
Malahan, jika jelawat sangat melimpah di Sampit ini, dikhawatirkan timbul masalah lain. Seperti harga jual yang menurun dan kesejahteraan nelayan menurun.
Selain itu, dinas perikanan juga mengemban misi penting dari pemerintah. Untuk mendukung program pariwisata yang dicanangkan bupati, pihaknya akan membuat sentra budidaya ikan di Kotim. Seperti Bapeang sebagai sentra patin, Jalan Jend Sudirman Km 10 sebagai sentra lele, serta Kotabesi sebagai sentra ikan nila dan ikan mas.
Mengenai sentra jelawat, pihaknya tidak bisa memberikan jawaban pasti. Karena masa tumbuh jelawat yang lama, jelawat akan digabungkan dengan budidaya ikan lain agar para nelayan tetap dapat panen ikan selain jelawat.
”Intinya kami akan memberdayakan nelayan yang ada di Kotim ini. Pemerintah hanya akan memberi dukungan dan bantuan kepada peternak ikan itu,” ucap Kadis itu.
Ia menambahkan, tujuan lain dari pemkab membangun patung itu adalah bagaimana agar sentra pariwisata ini dapat meningkatkan kesejahteraan dan kehidupkan masyarakat. (rm-88/yit)