SAMPIT – Satuan Reserse Kriminal Polres Kotim sudah memeriksa 10 saksi dalam kasus ambruknya crane yang menelan satu korban tewas beberapa waktu lalu. Pemeriksaan dilakukan penyidik di ruang sidik Polres Kotim, Rabu (9/5), selama sekitar tiga jam.
Kasat Reskrim Polres Kotim AKP Wiwin Junianto Supriyadi mengatakan, kasus ambruknya crane perlu didalami lagi. Sebab, masih perlu pengembangan dalam menentukan peristiwa tersebut sebagai tindakan pidana atau murni kecelakaan.
”Masih perlu pendalaman dan pengembangan kasus lagi. Kami telah memeriksa sepuluh saksi. Hasil sementara, belum bisa diambil keputusan,” ujarnya.
Sementara itu, masyarakat mendesak pemerintah segera mengambil tindakan untuk membentuk tim investigasi internal. Hal itu dilakukan agar mengetahui standar keamanan yang diterapkan dermaga.
Sebab, masyarakat menilai, jatuhnya crane bukan sebuah musibah yang terjadi begitu saja. Mereka menganggap ada indikasi human error atau kesalahan dari pengelola dermaga.
”Crane seberat itu bisa jatuh dan memakan korban jiwa. Tak mungkin kalau musibah. Namanya alat berat, ada operatornya. Pasti terjadi kesalahan atau human error di baliknya,” ujar Zamani, warga Jalan Pangeran Antasari.
Di sisi lain, masyarakat juga mendesak kepolisian segera mengeluarkan hasil sidik yang sudah dilakukan selama hampir sepekan. Mereka berharap polisi membuka lebar kasus tersebut, agar tak timbul asumsi miring yang mungkin saja beredar di masyarakat.
”Polisi harus segera tuntaskan kasus ambruknya crane itu. Takutnya, kalau tidak transparan, masyarakat menuding aparat selalu lamban dalam menuntaskan sebuah kasus pembunuhan,” kata Marwa, salah satu kontraktor di Sampit.
Menurutnya, crane ambruk disebabkan beberapa faktor. Pertama, usia besi yang sudah tua dan keropos. Hal itu tak terlihat apabila baja yang ada di crane dilapisi cat besi untuk menutupi usia yang usang.
Faktor kecerobohan manusia juga bisa saja terjadi. Penempatan titik truk yang tidak tepat dengan sudut/letak crane juga dapat mengakibatkan timbulnya kerusakan pada pangkal crane.
Marwa mengatakan, meski hal itu kemungkinannya kecil, bisa saja terjadi di beberapa kasus. Sebab, posisi crane yang tidak tepat dan membawa barang, membuat beban angkutan tertumpu pada satu titik, yaitu ujung crane.
”Oleh karena itu, saya rasa, ada benarnya juga masyarakat memberikan masukan agar pemerintah membentuk tim investigasi internal guna menyelidiki standar keamanan yang diterapkan dermaga,” tandasnya.
Crane kapal seberat tiga ton lebih yang merenggut nyawa Aman (35) seorang buruh lepas ambruk pada Kamis (3/5). Crane sepanjang sekitar 12 meter tersebut beroperasi untuk memindahkan ratusan sak pupuk dari Kapal Lintas Bahari 23 ke dalam tiga truk.
Awalnya proses pemindahan berjalan lancar. Namun, petaka tiba saat crane itu selesai memindahkan karung dan masih berada di atas truk. Tiba-tiba salah satu kerangka besi crane terpisah. Akibatnya crane itu langsung ambruk dan menewaskan Aman.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan DPRD Kotawaringin Timur (Kotim) juga dinilai lalai dalam pengawasan terhadap pelabuhan, sehingga mengakibatkan adanya korban jiwa. Hal itu dinilai sebagai akibat dari buruknya pengawasan pemerintah dan standar keselamatan kerja yang diabaikan. (ron/ign)