SAMPIT – Semakin parahnya abrasi di Pantai Ujung Pandaran disinyalir merupakan warisan para penambang puya atau pasir zircon di wilayah itu. Pasir yang terus ditambang perlahan tapi pasti berujung petaka. Sejumlah fasilitas pemerintah dan rumah warga terancam abrasi.
”Mau disembunyikan percuma. Semua orang tahu. Baru tiga bulan ini saja (aktivitas) penambangan puya tidak ada lagi. Gara-gara melihat abrasi kian parah dan pemerintah yang mulai bertindak,” kata Anang (53), aparatur sipil negara (ASN) yang bertugas menjaga aset wisata Pemkab Kotim di Desa Ujung Pandaran, Minggu (10/6).
Anang yang dipercaya menjaga pantai itu sejak tahun 2003 silam mengaku pernah berusaha mencari tahu pembeli puya. Hal tersebut juga pernah dilaporkan kepada Kepala Disbudpar Kotim sebelumnya disertai bukti berupa foto.
”Sudah juga mencari foto mobil yang membeli puya dari luar. Tapi, belum ada hasil. Warga sini tak bisa disalahkan. Mereka hanya dimanfaatkan. Seperti nelayan, mereka tidak akan melaut kalau tidak ada yang mau beli ikan. Harusnya pengepul puya ilegal itu yang ditangkap,” ujarnya.
Menurut Anang, abrasi terus menggerus bibir pantai. Awalnya bibir pantai berjarak 15 meter dari rumah dinas penjaga malam yang ditempatinya. Satu pekan lalu, kini hanya berjarak sekitar empat meter dari depan bangunan yang didiaminya.
Setiap pagi dia selalu mendapati ranting, dahan, dan batang pohon berukuran besar di atas badan jalan yang separuhnya sudah termakan air laut. Anang merasa heran, seakan laut ingin menenggelamkan pantai tersebut.
Anang menuturkan, abrasi tersebut juga menelan jalan menuju makam salah seorang buyut Syech Muhammad Arsyad Al-Banjari atau Datu Kalampayan, yakni Syech Haji Abu Hamid bin Syech Haji Muhammad As’ad Al-Banjari. Lokasi wisata itu tak lagi bisa dikunjungi melalui jalur darat. Harus menggunakan kelotok.
”Sebelum jalan ke makam putus karena abrasi, peziarah hampir setiap hari datang. Kadang dari Banjarmasin, Kalsel. Mereka bisa lewat menggunakan mobil. Sekarang, motor saja susah. Dari sini 1,5 kilometer jalan terputus sekitar 10 meter, ketika air pasang, jika kami memaksa lewat berjalan, ketinggian air mencapai dada pria dewasa,” ujar Anang yang banyak mendapat keluhan dari peziarah.
Menurutnya, peziarah mulai sepi melintasi Pantai Ujung Pandaran. Tak ada lagi tujuan untuk datang ke lokasi tersebut setelah jalan ke makam itu putus. Bahkan, jalan wisata yang dibuat bahan beton juga sudah hancur berantakan karena pasir sudah mulai terbawa ke laut.
Radar Sampit yang mencoba menggali penambangan puya itu dari warga sekitar tak mendapat jawaban memuaskan. Warga mengaku tak tahu mengenai hal tersebut.
Camat Teluk Sampit Samsurijal saat dihubungi melalui seluler juga mengaku tak tahu mengenai aktivitas penambangan puya. ”Mungkin ada dan mungkin tidak. Kami belum pernah melihat mereka (warga, Red) menambang,” ujar Samsurijal.
Meski begitu, dia meminta agar apabila ada yang masih menambang pasir agar menghentikan kegiatan tersebut. ”Penambangan itu termasuk perbuatan ilegal dan melanggar hukum. Bisa dipidana,” tegasnya.
Terus Bekerja
Sementara itu, pemasangan tanggul geobag untuk mengurangi dampak abrasi terus dilakukan. Sebanyak 16 orang dari BPBD Kotim dibantu dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) berupa 1 alat berat, ekskavator, dan 8 petugas pemelihara drainase, terus bekerja dari pagi, siang, dan malam hari.
Kepala Desa (Kades) Ujung Pandaran juga diminta mengerahkan sepuluh warganya untuk membantu pemasangan geobag tersebut.
”Mereka semua terus bekerja sampai waktu sahur, baru istirahat. Kasihan mereka, harus tidur di sini sampai pembuatan tanggul selesai. Untuk alat juga kita ada penambahan jadi dua ekskavator dan satu dari pemborong untuk mempercepat pekerjaan. Agar lokasi ini bisa dibersihkan dan siap dibuka untuk umum,” kata Kepala Pelaksana BPBD Kotim M Yusuf, Minggu (10/6).
M Yusuf mengaku belum bisa memberikan data pasti ukuran pantai yang terdampak abrasi. ”Hari terakhir ini kami akan pastikan kembali menggunakan GPS (Global Positioning System) untuk mengukur panjang pantai yang terdampak abrasi dari dua kilometer kawasan Pantai Ujung Pandaran sampai makam,” ujarnya.
Kepala BPBD Kotim yang juga Sekretaris Daerah (Sekda) Kotim Halikinnor sebelumnya menjelaskan, pembuatan tanggul tak hanya seribu karung. Dalam APBD Perubahan akan dialokasikan dan pekerjaan dilanjutkan lagi.
Menurutnya, di pantai tersebut nanti tanggul memang harus dibuat permanen. Kalau hanya geobag tidak akan bertahan lama diterjang ombak. Tanggul yang ada diperkirakan tak bertahan lebih dari satu tahun. Selain itu, rencananya akan ada bantuan dari pemerintah pusat tahun 2019 mendatang.
Dipungut Retribusi
Pengunjung Pantai Ujung Pandaran akan dipungut retribusi. Keputusan itu berdasarkan rapat dalam rangka menyambut Lebaran di wisata Pantai Ujung Pandaran. Rapat itu digelar di aula Kecamatan Teluk Sampit.
Rapat tim dipimpin Camat Teluk Sampit Samsurijal dan dihadiri Kapospol dan Posramil; perwakilan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kotim; Lalu Lintas Angkutan Jalan, Sungai, dan Darat Samuda; Puskemas Teluk Sampit; ketua RT/RW; dan warga desa setempat.
”Berdasarkan hasil rapat tim, keputusannya setiap pengunjung ke wisata Pantai Ujung Pandaran dikenakan tarif retribusi masuk per orang beserta kendaraan,” ucap Ketua Tim Aswin Nur, akhir pekan tadi.
Tarif retribusi masuk ke wisata pantai sudah diterapkan sejak 2008 lalu dengan biaya bervariasi setiap tahunnya. Untuk tahun ini, telah ditetapkan hanya Rp 5 ribu per orang.
”Kendaraan roda dua, misalnya, kalau dua orang berarti dikenakan tarif Rp 10 ribu dan mendapatkan dua karcis masuk yang akan diberikan petugas di lapangan,” ujar Aswin yang juga menjabat Kepala Desa Ujung Pandaran ini.
Guna memberikan rasa aman bagi pemilik kendaraan, tim panitia sudah siaga di lokasi mulai H-1 hingga H+3. Mereka juga akan membangun dua pos jaga untuk kelancaran pengunjung.
”Kami berharap kepada pengunjung nantinya segera melaporkan kepada petugas apabila ada oknum parkir yang meminta tarif melebihi tarif yang sudah ditetapkan bersama,” tandasnya. (mir/fin/ign)