PALANGKA RAYA – Polda Kalimantan Tengah (Kalteng) menetapkan mantan Bupati Katingan Ahmad Yantenglie sebagai tersangka kasus dugaan penyimpangan dana APBD Katingan tahun 2014 sebesar Rp 35 miliar. Kasus itu merupakan tindak lanjut dari raibnya dana sebesar Rp 100 miliar di Bank Tabungan Negara (BTN) Pondok Pinang Jakarta.
”Dalam kasus itu, Ditkrimsus Polda Kalteng menetapkan Ahmad Yantengli sebagai tersangka. Jumlahnya sebesar Rp 35 miliar,” kata Kapolda Kalteng Brigjend Pol Anang Revandoko melalui Kabid Humas Polda Kalteng AKBP Hendra Rochmawan, Senin (2/7).
Menurut Hendra, Yantenglie dijerat dengan UU RI Nomor 31 tahun 1999 yang diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Ancamannya hukumannya minimal empat tahun penjara.
Meski ditetapkan tersangka, lanjut Hendra, Yantenglie tidak ditahan. Hal itu karena yang bersangkutan bersikap kooperatif dan diyakini tidak akan menghilangkan barang bukti. ”Penyidik juga memiliki pertimbangan lain, sehingga tidak dilakukan penahanan,” katanya.
Mantan Kapolres Palangka Raya ini menuturkan, detail kasus itu belum bisa disampaikan karena masih berproses. Apabila berkas sudah dinyatakan lengkap atau P21, pihaknya akan menginformasikan hal tersebut.
”Jika sudah P21, saya janji akan disampaikan kepada rekan-rekan dan masyarakat. Jadi, tunggu saja, karena kami sudah berkoordinasi dengan kejaksaan terkait hal tersebut,” ujarnya.
Hendra menambahkan, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Kalteng masih memeriksa sejumlah saksi. Tersangka kasus itu masih satu orang.
”Belum ada tersangka lain selain Ahmad Yantenglie. Sambil melakukan pemeriksaan sejumlah saksi, prosesnya lanjut. Karena ini kasus tipikor, jadi waktunya lumayan menguras tenaga, karena banyak yang diteliti lebih lanjut,” ujar mantan Kapolres Kapuas ini.
Catatan Radar Sampit, dana Rp 100 miliar dari APBD Katingan 2014 disimpan ke BTN Pondok Pinang Jakarta. Tujuannya agar mendapat bunga deposito sebesar 12 persen. Aliran dana bunga tersebut rencananya untuk menambah kas daerah setiap bulan.
Penyetoran melalui tiga tahap transfer; Rp 75 miliar, Rp 10 miliar, dan Rp 15 miliar. Namun, belakangan baru diketahui dana Rp 100 miliar tersebut ternyata tersimpan dalam bentuk giro. Padahal, laporannya berupa deposito.
Persetujuan deposito Rp 100 miliar itu terjadi pada anggota DPRD Katingan periode 2009-2014 lalu. Setelah legislator selanjutnya dilantik, mereka mendesak agar uang yang dideposito tersebut ditarik ke kas daerah.
Tidak lama berselang, tanpa sepengetahuan DPRD Katingan, terjadi penarikan uang sebesar Rp 65 miliar. Penarikan uang sebesar itu informasinya untuk didepositokan kembali ke sejumlah bank di Katingan.
Mengenai bunga di Bank BTN Pondok Pinang Jakarta, sejak April atau Mei 2017 lalu, transfernya diketahui mulai tersendat. Pemkab Katingan menelusuri kejanggalan itu. Dari keterangan pihak bank, aliran bunga yang selama ini masuk ke Pemkab Katingan bukan berasal dari pihak bank, melainkan dari tujuh rekening pribadi dengan identitas berbeda.
Selain itu, baru diketahui bahwa uang dalam Bank BTN hanya tersisa Rp 935 juta. Banyak kalangan berspekulasi, uang sebesar Rp 35 miliar di Bank BTN dipinjamkan kepada beberapa pengembang besar tanpa diketahui Pemkab maupun DPRD Katingan. (daq/ign)