SAMPIT – Pelaku dugaan penggelapan dana nasabah Credit Union Eka Pambelum Itah (CU EPI) Sampit sebesar Rp 65 miliar disinyalir lebih dari dua orang. Ada dua orang lagi yang disebut-sebut bertanggung jawab. Mereka berprofesi sebagai dosen aktif dan pengusaha minyak. Nasabah mengaku memiliki bukti keterlibatan terduga lainnya itu.
”Kami yakin masih ada lagi yang bisa ditetapkan tersangka. Ada dua orang yang patut dicurigai, yakni Su dan RK yang bisa dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang,” ujar Wiro, nasabah CU EPI Sampit, Rabu (5/9) siang.
Polda Kalteng sebelumnya dua orang tersangka dalam kasus tersebut, yakni Nono Magat (Manajer CU EPI Sampit 2006-2014) dan Mahdalena Antisa (Manajer CU EPI 2014-2016). Keduanya telah ditahan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kalteng setelah menjalani pemeriksaan.
Menurut Wiro, Su merupakan mantan ketua pengurus sejak CU EPI Sampit berdiri hingga tahun 2014 sebelum digantikan oleh Nono. Su berlatar belakang sebagai pengusaha bahan bakar minyak (BBM). Sementara RK, pernah menjabat sebagai ketua pengawas. RK dosen yang masih aktif mengajar.
Para nasabah menuding keduanya terlibat lantaran Su dan RK diyakini memakai dana nasabah bernilai miliaran rupiah untuk membeli aset. Su diduga memakai menggunakan uang siluman bernilai miliaran untuk membangun sebuah SPBU di Kotim. RK dituding menggunakan dana Rp 2 miliar lebih untuk membangun perumahan di Kabupaten Gunung Mas. Para nasabah mengklaim mengantongi bukti keterlibatan dua orang itu.
”Iya, kami ada buktinya. Mereka berdua memakai dana nasabah bernilai miliaran. Namun, untuk sementara kami belum bisa membeberkan (bukti) itu. Kami berikan kesempatan pada penyidik untuk mengusut kasusnya dulu,” kata Isnawati, nasabah lainnya.
Nasabah juga meyakini, Nono, Mahdalena Antisa, Su, dan RK, bisa dijerat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Mereka mendesak aparat kepolisian menguak tindak pidana yang diduga dilakukan berjamaah itu.
”Kami yakin aparat kepolisian bisa menguaknya. Sebab, masalah ini sudah berlarut-larut dan sudah saatnya yang terlibat ditahan semua,” kata Aryanti, nasabah lainnya.
Dihubungi terpisah, RK mengatakan, tuduhan tanpa bukti merupakan kebohongan belaka. Dia menegaskan, segala tuduhan harus dibuktikan dengan jelas. Dalam kasus dugaan penggelapan yang menyeret namanya, RK menantang nasabah untuk membuktikan tudingan mereka agar tidak menjadi fitnah.
"Saya kira tuduhan yang macam-macam itu harus ada buktinya. Jangan berspekulasi hanya karena dugaan saja," ujarnya, melalui sambungan telepon, tadi malam.
RK berpesan kepada penudingnya agar memperlihatkan bukti. Hal itu agar tidak terjadi tuduhan tanpa dasar yang jelas.
Sementara itu, Su yang namanya ikut diseret tak berkomentar banyak. Pasalnya, ketika dihubungi koran ini, Suparman tengah sakit. Dalam telepon, suara pria itu berat dan terdengar parau. Ia nampak kesulitan menjawab pertanyaan wartawan.
”Saya tak dapat berkomentar banyak. Saat ini saya sedang sakit," katanya dengan terbata-bata dan bersuara berat.
Keterangan Su sejalan dengan pernyataan RK. Menurutnya, Su menderita stroke yang menyebabkan pria itu lumpuh dan tak dapat mengontrol beberapa anggota tubuhnya. (ron/ign)