SAMPIT - Sejumlah kepala desa dan tokoh masyarakat se-Indonesia mendesak Presiden RI Joko Widodo mencabut moratorium pemekaran. Massa menganggap moraturim tersebut sebagai bentuk arogansi pemerintah pusat yang menyebabkan sejumlah daerah makin tertinggal.
Bahkan, dari kalangan DPRD Kotim pun melakukan aksi itu di depan istana negara. Pemerintah dibatasi dalam sebulan kedepan harus merealisasi tuntutan itu. Sebab jika tidak, mereka bakal kembali ke Jakarta dengan jumlah massa yang lebih banyak.
”Intinya tuntutan kami ini salah satunya adalah bagaimana Kotara bersama daerah lainnya segera menjadi daerah otonom baru. Sekarang ini pemerintah pusat harus kita tekan supaya (bergerak) secepatnya,” ujar Handoyo J Wibowo, Ketua Komisi I DPRD Kotim yang tergabung dalam aksi tersebut, Senin (24/9).
Jika presiden tidak mengabulkan tuntutan mereka, kata Hnadoyo, maka dalam waktu dekat ini, Forum Koordinasi Nasional Pembentukan Daerah Otonom Baru (Forkonas PP DOB) juga bakal turun lapangan. Mereka merupakan para pejuang Daerah Otonom Baru (DOB) yang memiliki 173 calon DOB yang terhenti ditingkat pusat.
Tunutan yang diajukan oleh massa, mendesak agar diterbitkan PP tentang desain besar penataan daerah sebagai penjabaran UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda. Menurut Handoyo, desakan terbitnya kedua PP itu menjadi dasar dibukanya keran pemekaran wilayah di seluruh Indonesia.
”Selama ini, terjadi moraturim pemerintah pusat melalui Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah. Hal itu menjadi penyebab Kotara tidak bisa berjalan. Alasannya klasik, yaitu soal keuangan negara. Pemerintah pusat terlalu berhitung. Tetapi tidak tahu bagaimana penderitaan daerah yang mengajukan pemekaran ini,“ kata dia.
Bahkan, lanjut Handoyo, mereka yang tergabung dalam forum itu sepakat mendukung dan menyukseskan pemilu, asalkan pemerintah mendengarkan aspirasi mereka. Massa juga siap mendukung politikus jakarta hingga presiden, yang mendukung pemekaran.
Warga pedalaman yang hadir dalam aksi tersebut berasal dari lima kecamatan di Kotara. Bahkan, mereka datang dengan biaya sendiri.
”Mereka di DPRD yang ikut serta dalam aksi, tidak ada kepentingan politik dalam memperjuangkan Kotara. Toh dapil kami, juga bukan di pedalaman,” tegas Handoyo.
Hnadoyo dan politisi lain juga mengaku paham soal kondisi keuangan Kotim dalam membiayai luasan wilayah hanya dengan APBD di bawah 2 triliun. ”Disparitas pembangunan juga sangat jelas, yakni pedalaman setiap tahun bakal kesulitan anggaran, jika bertahan ikut dengan Kotim ini,” tandasnya. (ang)