PROKAL.CO,
SAMPIT – Terdakwa kasus dugaan penggarapan hutan di Kabupaten Seruyan Abdul Fatah merasa dirinya menjadi korban kriminalisasi oleh Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya. Karena itu, petani sawit tersebut berencana mengirim surat pada Presiden RI Joko Widodo dan Menkopulhukam Mahfud MD untuk meminta keadilan dalam kasusnya.
Abdul Fatah mengaku memiliki bukti kuat bahwa lahan yang digarapnya merupakan perkebunan, bukan kawasan hutan. ”Saya mengharapkan pengadilan bisa memutus dengan adil, karena lahan yang saya beli berbentuk lahan sawit dan saya ganti sawit lagi. Jadi, bukan hutan yang saya kelola. Saya juga mengharapkan Presiden Jokowi memperhatikan kasus saya," katanya, Senin (11/1) di Pengadilan Negeri Sampit.
Abdul Fatah menuturkan, sesuai arahan Presiden melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan, lahan yang dikelola itu masuk program prioritas nasional, yaitu Tanah Reforma Agraria (TORA). Dia mengharapkan Mahfud MD selaku Menkopolhukam turut memperhatikan kasus tersebut.
”Karena kebetulan saat itu yang menjadi Ketua MK dan memutuskan Putusan MK Nomor 45 Tahun 2011 (terkait Pengujian UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan) adalah Pak Mahfud," ucapnya.
Abdul Fatah menambahkan, mengacu Perpres 88/2017, seharusnya tidak boleh ada penangkapan. ”Tapi saya ditangkap dan diproses pidana. Jadi saya ada rencana menyurati presiden," ujarnya.
Sementara itu, melalui kuasa hukumnya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Sampit, terdakwa mempertanyakan kepada Majelis Hakim yang diketuai Ike Liduri soal surat pengalihan penahanan. Namun, majelis menyebutkan bahwa pihaknya belum memberikan jawaban atas surat kuasa hukum tersebut.