SAMPIT – Sejumlah sopir di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menyiasati larangan truk bermalam di stasiun pengisian bahan bakar minyak (BBM). Mereka tetap menginapkan truknya, namun bukan di areal SPBU. Truk diparkir di lahan yang disediakan warga.
Dianur (40), salah seorang sopir truk, mengaku mengetahui aturan dari Dinas Perhubungan Kotim yang tidak memperbolehkan truk bermalam di SPBU. Namun, dia tetap mengantre hingga harus bermalam.
”Sebenarnya saya tahu aturan pemerintah. Memang saya akui, jalan di sini kurang penerangan dan rawan kecelakaan, tetapi kami terpaksa mengantre. Kalau tidak, kami tak bisa melanjutkan perjalanan,” kata Dianur saat ditemui di SPBU Jalan HM Arsyad, Kamis (1/11) malam.
Dianur menuturkan, sopir truk tidak lagi mengantre di pinggir jalan atau bahu jalan sekitar SPBU. Mereka diarahkan memarkir truknya di lahan warga. Namun, mereka diharuskan membayar parkir dan pungutan pada orang yang mereka sebut preman.
”Kalau sudah jam segini (21.00 WIB, Red) truk kami masuk ke dalam. Jadi kami bayar parkir Rp 5 ribu setiap kali mengantre dan bayar sesuai kesepakatan dengan preman. Ada yang Rp 20 ribu sampai Rp 100 ribu, tetapi itu sesuai kesepakatan dengan dia (preman, Red) untuk memastikan truk aman,” katanya.
Apabila ada truk yang mengantre di pinggir jalan, lanjutnya, kemungkinan bermuatan barang dan siap berangkat. ”Rata-rata mereka sudah mendapatkan BBM, tetapi kalau yang belum kebagian BBM ya mengantre di sini,” ujarnya.
Dianur mengatakan, pihaknya sudah berusaha menjalankan aturan pemerintah. Sopir truk diperbolehkan mengantre mulai pergantian malam, yakni sejak pukul 00.00 WIB. Mereka diberikan nomor antrean. Truk berjejer rapi memanjang di pinggir jalan untuk mengantre mendapatkan BBM.
Pantauan Radar Sampit di tiga SPBU, yakni Jalan HM Arsyad, Jalan Jenderal Sudirman, dan SPBU di Jalan Pelita, sekitar pukul 20.00 WIB, jalan di sekitar SPBU sudah mulai sepi. Tidak ada sopir truk yang memarkir kendaraannya di bahu atau pinggir jalan. Namun, mendekati pukul 01.00 hingga sore, sopir truk sudah mulai mengantre.
Sebelumnya, Eko salah seorang sopir mengaku terpaksa menginapkan truknya lantaran harus mengantre mendapatkan BBM. ”Kami tahu aturan, tetapi kalau tidak mengantre, truk tak bisa melanjutkan perjalanan. Mau tidak mau harus mengantre. Kami rela bermalam hingga dua hari hanya untuk mengantre BBM,” kata Eko, sopir truk yang mengantre di SPBU Jalan HM Arsyad.
Eko mengatakan, sulitnya para sopir truk memperoleh BBM benar-benar menghambat pekerjaannya. ”Kami juga sebenarnya tak ingin mengantre. Tapi, kalau tak mengantre, truk kami tak bisa jalan dan jelas tidak ada pemasukan karena barang tidak sampai ke tempat tujuan,” ujarnya.
Eko juga mengaku kesal, karena antrean panjang tidak hanya dilakukan para sopir, tetapi juga pelangsir. ”Kami termasuk anggota Organda dan merupakan sopir truk resmi. Kami juga bayar ke organda, tetapi harus bersaing dengan pelangsir,” ujarnya.
Terkait larangan pemerintah agar truk tak bermalam di SPBU, menurutnya, Pemkab Kotim harusnya memberikan solusi. Solusi itu, misalnya, SPBU bisa buka selama 24 jam penuh untuk sopir truk dan masyarakat umumnya.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kotim Fadlian Noor mengatakan, pihaknya sedang menyosialisasikan larangan parkir menginap di areal SPBU. Larangan yang wajib dipatuhi sopir itu bertujuan mengurangi terjadinya kerusakan jalan dan kecelakaan pada malam hari.
Lampu penerangan jalan umum (PJU) di dalam kota ini, terutama di areal SPBU, sangat minim, sehingga sering terjadi kecelakaan. Pengendara sepeda motor menabrak kendaraan yang parkir di pinggir jalan. Selain itu, dampak kerusakan permukaan jalan cepat terjadi.
”Pengawasan dan sosialisasi akan dilakukan hingga malam hari. Kami juga menyampaikan kepada SPBU agar dapat menyampaikan hal ini kepada pemilik kendaraan yang parkir di area SPBU,” ujarnya. (hgn/ign)