SAMPIT – Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) telah menetapkan besaran upah minimum kabupaten (UMK) 2019 sebesar Rp 2.757.300. Angka itu naik dibanding tahun ini yang sebesar Rp 2.552.347.
Plt Kepala Disnakertrans Kotim Heru Rio Wibisono mengatakan, dalam rapat Dewan Pengupahan Kotim yang melibatkan berbagai organisasi, menghasilkan kesepakatan bahwa UMK dan UMSK disepakati naik sebesar 8,03 persen. Kebijakan itu berlaku mulai tahun 2019.
”Hasil kesepakatan dari Dewan Pengupahan Daerah Kotim bersama unsur terkait ini akan segera kami usulkan kepada Gubernur Kalteng dengan nilai yang disepakati. Hasil kesepakatan ini diusulkan setelah mendapat persetujuan dari Bupati Kotim," kata Heru, Kamis (8/11).
Heru menuturkan, rapat yang dilaksanakan bersama SPSI dan Apindo berjalan lancar dan dilalui dengan singkat. ”Hasil penetapan sangat memuaskan. Tidak ada yang keberatan meskipun di sesi pertama sedikit ada argumen. Saya rasa itu wajar dalam sebuah organisasi, ketika yang diputuskan atau yang ditetapkan menyangkut hajat hidup orang banyak," katanya.
Lebih lanjut Heru mengatakan, meskipun dalam penerapannya penetapan UMK sulit dilakukan secara merata dan memberatkan pengusaha kelas menengah ke bawah, hal itu tetap harus dipatuhi karena sudah diatur dalam undang-undang.
”Namun, dalam implementasinya, apabila ada pengusaha yang mempekerjakan karyawannya dengan upah di bawah UMK dan telah disepakati kedua belah pihak dengan menyertakan hitam di atas putih, itu tak jadi masalah," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kotim Siswanto berharap agar nilai UMK yang ditetapkan bisa kurang dari itu, yakni di bawah 8 persen. Namun, karena menyesuaikan pertimbangan, dia akhirnya menyepakati. Dia berharap agar UMK yang sudah ditetapkan bisa diterapkan semua pihak.
”Saya yakin pengusaha dari kalangan atas mampu menggaji karyawannya dengan angka yang sudah ditetapkan, tetapi kita bisa lihat kondisinya di lapangan untuk pengusaha menengah ke bawah, seperti swalayan, pedagang, dan lainnya. Saya yakin tidak semua bisa menerapkan sesuai UMK," ujarnya.
Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kotim Soedjiono mengatakan, UMK yang ditetapkan sudah sesuai dengan PP Nomor 78 Pasal 44 Tahun 2015. Namun, menurutnya, nilai yang sudah ditetapkan dirasa kurang untuk buruh.
”Kalau para buruh jelas saja itu masih dianggap kurang. Tetapi, karena ada pengaruh dari inflasi dan PDB yang sudah ditetapkan, jadi kami sepakati bersama,” tandasnya. (hgn/ign)