SAMPIT – Ratusan massa yang mengaku sebagai petani dan pengepul, serta aktivis LSM, korban anjloknya harga sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), menggelar aksi damai di halaman kantor DPRD Kotim, Kamis (20/12). Mereka menuntut lembaga itu menyuarakan aspirasi mereka sampai pemerintah pusat.
Ada sejumlah tuntutan yang disampaikan, yakni menstabilkan harga kelapa sawit dan meghentikan boikot produk sawit. Bupati, gubernur, hingga presiden didesak menyikapi kondisi petani yang kian resah akibat harga yang tak kunjung membaik. Selain itu, mereka juga mengajak semua pihak melawan kampanye hitam sawit yang dituduh merusak hutan.
”Petani jadi korban karena ulah oknum NGO asing yang masuk. Sebenarnya NGO demikianlah yang antek asing dan ingin menghancurkan ekonomi kita,” kata Gahara, inisiator aksi. Dia mengecam tindakan aktivis lingkungan hidup luar negeri, Greenpeace, yang gencar melakukan kampanye hitam soal sawit.
Setelah orasi di halaman gedung wakil rakyat, peserta aksi diperkenankan masuk dalam ruang rapat DPRD untuk menggelar rapat dengar pendapat. Ada beberapa poin kesimpulan dalam RDP.
”Kami berharap kesimpulan yang dituangkan dalam rekomendasi ini bisa segera dilaksanakan,” kata Wakil Ketua DPRD Kotim H Supriadi yang memimpin RDP.
Poin rekomendasi tersebut, di antaranya, meminta pemerintah daerah agar merespons cepat anjloknya harga tandan buah segar hasil petani sawit di Kotim; berkoordinasi dengan Pemprov Kalteng terkait besaran harga TBS; mendesak pemkab melakukan rapat koordinasi khusus dengan pemprov sebagai evaluasi harga TBS.
Selanjutnya, meminta kepada pemkab menyuarakan kepada Pemprov Kalteng agar menolak kampanye hitam sawit di Kotim. DPRD akan memfasilitasi eksekutif, legislatif, LSM, petani sawit, dan koperasi ke pemerintah pusat melalui kementerian terkait untuk mencari solusi terhadap anjloknya harga sawit. (ang/ign)