SAMPIT – Para guru di Kabupaten Kotawaringin Timur, terutama guru sekolah dasar, meminta agar sistem absensi direvisi. Pasalnya, dalam aturan yang diberlakukan, guru harus absen lagi pukul 14.00 WIB, sementara para guru sudah pulang sekitar pukul 12.00 WIB, saat jam sekolah selesai.
”Kami hanya minta yang absensi terakhir pukul 14.00 WIB digeser ke pukul 12.00 WIB atau menyesuaikan dengan kepulangan siswa. Jadi, kami tidak menuntut banyak,” kata SR, guru SD di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Selasa (22/1).
Aturan absensi itu tertuang dalam Peraturan Bupati Kotim Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan kepada Pegawai Negeri Sipil. Pelaksanaan absensi sidik jari paling lambat pukul 07.00 untuk pagi dan untuk pulangnya pukul 14.00 WIB.
Menurutnya, jam pulang pukul 14.00 WIB itulah yang memberatkan pihaknya. Apalagi mereka kadang sore harus berangkat ke sekolah untuk melatih anak-anak dalam kegiatan lainnya. Apabila absen 14.00 WIB, mereka tak ada waktu pulang lagi.
”Kami juga punya anak dan keluarga yang harus kami urus. Jadi, kalau waktu pukul 14.00 ini sangat berat kami laksanakan,” kata dia.
Bahkan, lanjutnya, beberapa waktu lalu bertepatan dengan pelaksanaan libur siswa, pemerintah daerah tetap mewajibkan mereka absen. Namun, mereka tidak melaksanakan selama libur. Hasilnya, para guru tidak menerima tunjangan dari pemerintah daerah.
”Kami saat itu sepakat tidak absen. Akibatnya, kami tidak terima tunjangan karena dipotong. Kami tidak absen karena memang sekolah sedang libur semester,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, sistem absensi dengan sidik jari hanya berlaku untuk kawasan perkotaan. Di pelosok masih menggunakan sistem manual. Untuk mengakali absensi sidik jari itu sebenarnya bisa, tetapi mereka tidak mau memanipulasi absen.
”Kalau mau main sistem joki bisa saja, tapi apa gunanya? Mending kami jujur, tidak terima TPP saja,” katanya.
Guru lainnya, MI, tidak berani menyuarakan itu secara langsung dan melapor ke DPRD atau PGRI sebagai organisasi mereka. Dia khawatir akan berdampak terhadap dirinya. Apalagi dia berprofesi sebagai ASN.
”Kami tidak ada kemampuan untuk bicara sampai Bupati atau bahkan melapor hingga ke DPRD. Pasti berdampak ke kami juga. Kami bisa dianggap tidak patuh dan tunduk kepada pemerintah kalau protes hal ini secara terbuka,” kata guru yang sudah 20 tahun mengajar di SD ini. (ang/ign)