PALANGKA RAYA – Perang terhadap penyebaran kabar hoax dan ujaran kebencian terus digaungkan aparat kepolisian. Petugas gencar memburu para penyebar kabar sesat itu. Sejumlah orang telah diamankan dan dimintai keterangan. Mereka tersebar di seluruh wilayah Kalteng.
Para terduga penyebar hoax yang diamankan berasal dari beragam profesi (selengkapnya lihat grafis). Mereka terjerat karena diduga mengunggah kabar bohong dan mengandung ujaran kebencian di media sosial.
Kapolda Kalteng Irjend Pol Anang Revandoko melalui Kabid Humas Kombes Pol Hendra Rochmawan, mengatakan, semua terduga pelaku penyebar hoax itu masih dalam proses pemeriksaan. Sebagian menyampaikan permohonan maaf dan mengaku khilaf. ”Kami bina dulu, tetapi tetap kami sidik terus,” katanya, Rabu (29/5).
Hendra menuturkan, pihaknya sudah sering memberikan edukasi hingga penindakan, bahwa menyebarkan berita hoax merupakan tindak pidana. Melalui upaya itu, diharapkan masyarakat bijak menggunakan media sosial.
Terkait penanganan dua tersangka kasus hoax dan ujaran kebencian yang ditangkap Polda Kalteng, yakni Hardianor alias Nuy alias Annoy (23) dan Risnawati (34), pihaknya telah melakukan pemeriksaan sejumlah saksi. Selain itu, polisi juga akan meminta keterangan saksi ahli IT terkait kasus tersebut.
Risnawati dan Hardianor ditangkap Polda Kalteng karena unggahan hoax dan ujaran kebencian. Kabar sesat itu ditulis keduanya berkaitan dengan hasil pemilu dan kejadian rusuh pada 22 Mei lalu.
Risnawati merupakan pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Perempuan yang berprofesi sebagai guru honorer di Kotim itu juga kerap membuat unggahan status menyerang kebijakan pemerintah.
Tersangka lainnya, Hardianor mengunggah tulisan yang lebih ekstrem. Dia menulis polisi menggunakan peluru tajam untuk membunuh rakyat yang dipasang dengan gambar Presiden RI Joko Widodo. Penggunaan peluru tajam sebelumnya sudah dibantah Polri. Selain itu,
Terpisah, Kepala Diskominfo Kalteng Herson B Aden mengapresiasi langkah aparat. Pihaknya juga akan berupaya menekan penyebaran hoax dan ujaran kebencian dengan memperkuat kebersamaan.
Bisa Dipecat
Kasus yang menjerat Risnawati, yang disebut-sebut sebagai guru honorer di Kotim, jadi perhatian Dinas Pendidikan Kotim. Kepala Disdik Kotim Suparmadi meminta para guru agar bersikap profesional dalam bekerja. Jangan sampai terlibat dengan polemik politik yang terjadi pascapemilu 2019.
”Saya prihatin dan tidak mengira hal itu bisa dilakukan apalagi oleh oknum guru honorer,” kata Suparmadi.
Menurutnya, tindakan oknum guru yang menyebarkan berita hoax dengan mengumbar ujaran kebencian sangat tidak dibenarkan. Oknum guru tersebut bisa dipecat akibat perbuatannya.
”Kemungkinan bisa saja dipecat. Kalau memang dia (Risnawati, Red) itu honorer di sekolah, pihak sekolahnya langsung yang mengambil tindakan dan memberhentikan. Tetapi, sanksi pemecatan itu dilihat lagi dari perkembangan kasusnya,” ujarnya.
Suparmadi berpesan agar para guru bekerja secara profesional dengan memberikan proses pembelajaran yang baik kepada anak didiknya. ”Marilah bekerja secara profesional dengan memberikan proses pembelajaran kepada anak didik. Tanggung jawab SDM itu pundaknya ada di guru. Sebagai pengayom jangan sampai ikut terlibat dalam polemik politik,” ujarnya.
Dia menegaskan, guru harus tetap profesional dan netral dalam bekerja. Meski tak ada salahnya mengikuti perkembangan politik, tetapi jangan sampai melibatkan diri yang dampaknya akan mencelakakan diri sendiri, apalagi sampai menyebarkan hoax.
Suparmadi menambahkan, pihaknya masih menelusuri sekolah tempat oknum guru honorer tersebut bekerja. Pasalnya, belum ada informasi jelas yang menyebutkan tempat Risnawati mengajar sebagai guru.
”Kami masih melakukan penelusuran data. Sampai tahap pencarian ini, memang ada yang bernama sesuai dengan oknum guru yang dimaksud, tetapi itu bukan di Kotim. Sepertinya yang bersangkutan warga Kuala Pembuang yang kebetulan ditangkap aparat kepolisian di Kotim,” ujarnya. (daq/hgn/ign)