SAMPIT – Faktor usia dinilai ikut memengaruhi perilaku warga membakar lahan. Pasalnya, membuka lahan dengan cara membakar merupakan warisan turun-temurun. Di sisi lain, tingkat pendidikan yang rendah juga menyebabkan warga tak mengetahui larangan tersebut.
”Pelaku didominasi warga yang sudah berumur tua, karena orang tua dulu beranggapan membakar lahan merupakan cara cepat untuk membuka garapan lahan,” kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kotim Yephi Hartadi, Kamis (8/8).
Menurutnya, masyarakat yang masih terbilang muda melek teknologi dan memiliki telepon pintar dengan sumber informasi yang melimpah. Sebagian besar dari mereka mengetahui membakar lahan akan dikenakan sanksi pidana. Namun, hal itu belum tentu diketahui dan disadari orang tua, apalagi yang tak paham mengakses telepon pintar.
Catatan Radar Sampit dan pemberitaan media, ada empat pelaku pembakar lahan yang diringkus aparat di Kotim dengan rentang usia yang berbeda-beda. Di antaranya, Ng (48), WN (58), YP (29), dan AS (74). Rata-rata pelaku mengaku tak tahu aturan mengenai larangan membakar itu.
Selain usia, faktor lainnya yang juga berpengaruh terhadap perilaku warga membakar lahan, yakni rendahnya pendidikan dan sosialisasi bahaya karhutla yang tidak merata.
”Beberapa pelaku yang melakukan pembakaran mungkin tidak bisa membaca dan minim pengetahuan, sehingga yang ditangkap orang-orang yang sudah berumur,” ujarnya.
Meski demikian, Yephi menegaskan, tak ada jaminan generasi milenial bukan salah satu dalang di balik pembakaran lahan. ”Dari hasil penangkapan memang banyak kakek-kakek, tetapi saya juga tidak menjamin yang muda tidak melakukannya. Saya tidak menyebut semua orang tua yang sudah berumur sebagai pelaku pembakar lahan, tetapi fakta di lapangan banyak yang ditangkap orang tua yang sudah berumur,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, faktor ekonomi juga menjadi salah satu alasan pelaku melakukan pembakaran lahan secara sengaja. ”Mungkin saja dia (pelaku, Red) diupah seseorang untuk membuka lahan dengan menebas, namun ingin mencari jalan cepat dengan cara membakar lahan,” ujarnya.
Ditangkap
Sementara itu, di Palangka Raya, aparat kepolisian menangkap Supat (51). Pria yang sehari-hari jadi petani itu diamankan petugas lantaran tertangkap tangan melakukan pembakaran hutan dan lahan. Saat itu tim sedang melakukan patroli untuk mencegah karhutla di sekitar lokasi yang merupakan lahan kosong.
Supat diamankan di Jalan Takaras Dermaga, Kelurahan Petuk Berunai, Kecamatan Rakumpit, Rabu (7/8). Pria itu membakar lahan dengan memotong kayu kecil menggunakan parang dan mengumpulkannya bersama daun kering dan membakarnya menggunakan korek api gas.
Selain mengamankan Supat, polisi juga menyita korek api gas dan sebilah parang. Dia djerat Pasal 187 KUHP Subsider Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 25 Perda Provinsi Kalteng Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan tanpa Izin. Ancaman hukumannya maksimal 12 tahun penjara.
”Pelaku tidak ditahan, namun wajib lapor Senin dan Kamis,” kata Kapolsek Rakumpit Ipda Andri Iswanto, Kamis (8/8).
Anri menuturkan, lahan kosong yang dibuka Supat rencananya akan dimanfaatkan untuk berkebun sayur-sayuran. Lahan yang sudah dibakar mencapai sekitar 2.500 meter persegi. (hgn/daq/ign)