PALANGKA RAYA – Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Kota Palangka Raya yang tergabung dalam Aliasi Perjuangan Rakyat (Alpera) Kalteng menyerukan perlawanan terhadap monopoli lahan oleh pihak tertentu. Mereka menolak keras Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan yang dinilai berpihak pada pemodal besar.
Penolakan itu disampaikan ratusan mahasiswa saat melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Kalteng, Selasa (24/9). ”Kami dari Aliansi Perjuangan Rakyat Kalteng menolak RUU Pertanahan," kata Juru Bicara Alpera Alferd Dody.
Alpera itu terdiri dari sejumlah ormas mahasiswa seperti IMM, PMKRI, HMI, PMII, GMNI, KHMDI, BEM UPR, BEM UMP, KBM IAIN Palangkaraya, KBM IAHN-TP dan BEM Unkrip. Selain itu juga ada sejumlah ormas seperti Pembaru, Seruni, LBH Palangka Raya, Progres dan Walhi Kalteng.
Ada sepuluh poin tuntutan yang disampaikan kepada DPRD Kalteng. Tuntutan tersebut di antaranya menolak RUU Pertanahan karena tidak sesuai dengan ideologi Pancasila dan reformasi agraria yang sebenarnya menurut UU PA Nomor 5 tahun 1960.
Menurut mereka, sejumlah pasal RUU UU Pertanahan banyak yang kontroversi dan tidak berpihak kepada rakyat. Hal itu seperti pada draf RUU Pasal 91 dan juga draf Pasal 26.
”RUU ini hanya akan memperkuat investor-investor di Republik Indonesia. Bayangkan jika Hak Guna Usaha yang awalnya 35 tahun diperpanjang sampai 90 tahun. Bagaimana nasib para petani di Indonesia?" katanya.
Presiden Mahasiswa BEM Universitas Palangka Raya (UPR) Karuna Mardiansyah mengatakan, aksi itu juga mereka lakukan bertepatan dengan Hari Tani Nasional (HTN) yang digagas Soekarno. Peringatan HTN puluhan tahun silam ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Dia menuturkan, sebagian besar wilayah Kalteng, yakni sekitar 87 persen atau 13,4 juta hektare telah dikuasai sepenuhnya perusahaan skala besar, yakni sawit, tambang, dan kayu. Hal itu memperlihatkan berjalannya sistem monopoli tanah dengan sempurna. Hal demikian akan semakin subur dengan adanya revisi UU Pertanahan.
”Kami mendesak pemerintah melawan dampak buruk sistem monopoli tanah dan kesewenangan tuan tanah dalam menindas petani dan masyarakat adat. Dalam memperingati HTN tahun ini yang bertepatan dengan bencana kabut asap, kami juga mendesak pemerintah adil,” tandasnya. (sos/ant/ign)