Pilkada Kotim jadi ajang ”judi” bagi aparatur sipil negara yang masuk bursa dengan mendaftarkan diri ke partai politik. Mereka mempertaruhkan status dan pekerjaannya sebagai abdi negara.
DESI WULANDARI, Sampit
Nama Halikinnor sudah mencuat jauh hari, sebelum gaung Pilkada Kotim bergema. Dia disebut-sebut bakal ikut konstelasi pergantian kekuasaan itu pada 2020 mendatang. Sejak partai politik membuka penjaringan, Halikin yang masih menjabat sebagai Sekda Kotim mulai terang-terangan memperlihatkan langkah politiknya.
Sebagai Sekda Kotim, peran Halikin sangat strategis. Keberadaannya membawa dampak positif menyelesaikan pekerjaan di pemerintahan dan menjalankan program pembangunan daerah.
Sosoknya yang ramah dan mudah bergaul dengan siapa saja, hingga ke jajaran staf di Pemkab Kotim, membuat dia sangat populer dan disenangi. Apalagi dia kerap melempar canda-canda segar yang membuat orang kadang terbahak mendengarnya.
Menurut Halikin, jabatannya sebagai sekda tak harus membuat jurang perbedaan. Apabila ingin sukses memimpin, seluruh pegawai dan staf harus dijadikan layaknya kawan. Rekan seperjuangan dalam bekerja.
Dengan demikian, lanjutnya, siapa pun tidak pernah segan dan sungkan membantu. Sikap demikian sudah dia terapkan dan terasa dampaknya saat mengawali karier PNS tahun 1986 menjadi staf di Kecamatan Kotabesi.
”Berbagai jabatan saya jalani saat bertugas di Kotabesi. Mulai dari staf, kepala seksi, sekretaris, dan menjadi camat pada 2004. Perjalanan karier tidak ada yang tahu. Mulai dari staf saya dipercaya jadi camat,” kata Halikin, saat dibincangi di kantor KONI.
Halikin tercatat selama 4,5 tahun menjabat Camat Kotabesi. Kemudian lima tahun Camat Mentawa Baru Ketapang. Selanjutnya jadi Kepala Bagian Pemerintahan, Asisten II, Kepala Dinas Perdagangan Perindustrian dan Pasar, Asisten I, hingga dipercaya menjadi Sekda Kotim.
Selama 33 tahun mengabdi, Halikin mengaku sudah mendapat penghargaan pin emas dari Presiden. Hal itu sebagai penghargaan karena dia tidak pernah ada kesalahan dan berkelakukan baik selama melaksanakan tugas. Waktu selama itu dirasa cukup sebagai modal untuk maju sebagai calon bupati Kotim.
”Pengalaman jadi guru untuk menghadapi berbagai masalah sampai jadi Sekda Kotim, jabatan tertinggi ASN, secara tidak langsung mengajari saya dalam menyelesaikan berbagai masalah dengan cepat di daerah ini,” ujarnya.
Apabila nanti dipercaya menjadi bupati, Halikin mengaku siap memberikan kemampuan maksimalnya dengan kewenangan yang ada untuk membangun daerah. Dia memilih ikut konstelasi pilkada karena posisinya sebagai Sekda belum sepenuhnya mampu mengatasi berbagai persoalan karena kewenangan yang terbatas.
”Jika dipercaya menjadi bupati, akan banyak gagasan dan ide yang dapat menjadikan Kotim jauh lebih baik lagi ke depannya,” kata pria kelahiran 15 November 1962 tersebut.
Sekalipun tidak lahir di Kotim, Halikin menegaskan, separuh umurnya dihabiskan di Bumi Habaring Hurung. Dia merasa memiliki potensi dan terpanggil memimpin daerah. Dia siap mundur sebagai ASN untuk mewujudkan hal itu, meski masa pensiunnya masih tiga tahun lagi.
”Hal ini sudah saya komunikasikan dengan keluarga dan saya siap untuk mundur menjadi ASN,” ujarnya.
Halikin menambahkan, selama ini sudah cukup banyak masyarakat dan tokoh masyarakat yang datang dan memintanya mencalonkan diri. Dorongan yang sangat besar dan ada kesempatan, membuatnya kian mantap untuk maju.
Halikin siap menjalani tahapan demi tahapan untuk pencalonan. Selain itu, berupaya menunaikan tanggung jawabnya sebagai Sekda. Dia akan mengajukan pengunduran diri setelah ditetapkan KPU sebagai calon. (***/ign)