PANGKALAN BUN – Modifikasi konstruksi kelotok wisata Rimba Princess milik Eco Safari Indonesian yang tenggelam di Perairan Sungai Kumai diduga menjadi penyebabnya. Kelotok yang membawa dua turis asal Colombia dan empat orang lainnya itu hilang keseimbangan saat diterjang ombak.
Kelotok wisata yang melayani rute ke Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP), sebagian besar telah dimodifikasi dengan dibuatkan dek bagian atas lebih tinggi sementara bagian bodi tidak ada penambahan lebar. Dek tersebut dibuat lebih tinggi agar para wisatawan bisa lebih leluasa menikmati pemandangan susur sungai. Namun akhirnya tinggi dek dengan lebar badan kelotok tidak seimbang.
Kepala Satuan Polisi Perairan Polres Kobar, Iptu Herbet P Simanjuntak mengatakan diduga karena tidak sesuai antara bangunan kelotok wisata (dek) dan kemampuan olah gerak perahu sehingga kapal tidak stabil sehingga menjadi tidak aman saat berlayar.
Sejauh ini hasil penyelidikan terhadap penyebab utama terjadinya kecelakaan kapal itu akibat ketidaksesuaian konstruksi dan ketika terjadi cuaca buruk dan angin kencang menjadi tidak stabil.
Menurutnya Polisi Perairan Polres Kobar sudah sering mengimbau kepada pemilik perahu wisata, dan mengingatkan agar tidak melakukan penambahan bangunan perahu, apalagi perahu ramping dan dibuatkan dek atas dan bawah.
“Sangat tidak laik terutama ketika berlayar dan mengalami cuaca yang kurang bagus, dari hasil pengamatan kami, memang sepertinya ada sebagian kapal, stabiliteit kapal tidak sesuai antara bangunan kapal dan kemampuan olah gerak kapal yang laik laut dan aman saat kapal dilayarkan,” ujarnya, Senin (18/11).
Selain itu, lanjutnya, yang patut diwaspadai oleh para motoris adalah jalur perlintasan yang sering dilewati oleh perahu wisata dari TNTP menuju Kumai adalah jalur lintasan kapal-kapal niaga yang besar.
Seringnya terjadi perubahan cuaca di perairan Sungai Kumai juga patut dijadikan perhatian bagi motoris perahu wisata, tidah hanya terbatas pada alur tempat kecelakaan yang terjadi.
“Sebaiknya lebih aman berlayar di bagian pinggir sungai aja dan Secara umum semua jalur itu rawan mengingat di Kumai itu juga merupakan jalur lintasan kapal-kapal niaga yang besar,” ungkapnya.
Ia mengimbau sebaiknya kapal yang dimodifikasi atau kapal yang dibangun dari awal agar memperhatikan keseimbangan dalam rancang konstruksi kapal dan jangan sampai salah hitung terutama membuat bangunan kapal yang lebih berat di bagian atas serta utamakan keselamatan.
Sementara itu salah seorang pelaku wisata yang sering mengantar perjalanan wisata ke TNTP mengakui bahwa ada beberapa alur di perairan Kumai yang dinilai berbahaya bagi pelayaran perahu wisata, yaitu di kawasan TUKS dermaga Pertamina dan di area Pelabuhan Panglima Utar, terlebih pada saat hujan dan angin kencang yang bisa datang dengan cepat tanpa bisa diketahui.
“Arus deras yang sering terjadi di kawasan tadi itu juga sangat berbahaya bagi perahu wisata, apalagi yang tinggi deknya menjadi tidak stabil,” ungkapnya. (tyo/sla)