PANGKALAN BANTENG -Petani padi di Desa Berambai Makmur terpaksa gigit jari tahun ini. Puluhan hektare tanaman padi tak mampu tumbuh alias rusak. Kerugian besar pun sudah di depan mata jika tidak segera mendapat penanganan serius dari dinas terkait.
Pantauan di lokasi persawahan Kecamatan Pangkalan Banteng, lebih dari separuh tanaman padi milik warga Berambai Makmur yang rata-rata berjenis Inpari tidak dapat menghasilkan bulir padi. Ketika dicabut, bagian bawah tanaman tampak gosong dan berbau busuk.
Markun, salah seorang petani, mengungkapkan bahwa sebenarnya petani tidak tinggal diam dengan peningkatan zat besi atau biasa disebut pirit. Namun segala upaya yang dilakukan petani tidak mampu mengembalikan kondisi tanah agar tanaman padi mereka bisa tumbuh dan menghasilkan padi untuk dipanen.
”Pemberian kapur sudah kita lakukan, berbagai obat-obatan dengan harga mahal kita beli, tapi tak membuahkan hasil. Padi seperti tak mau tumbuh besar dan berbuah,” ungkapnya.
Hingga kini bantuan dari dinas terkait juga belum dirasakan petani. Bahkan bantuan obat juga tidak dapat dipakai lantaran sudah kedaluwarsa. Daya basmi obat-obatan tersebut sudah tidak mampu membunuh hama dan penyakit yang menyerang tanaman padi milik warga.
---------- SPLIT TEXT ----------
”Obat bantuan dari pemerintah tidak bisa dipakai, selain sudah kedaluwarsa jika dibandingkan dengan obat yang kita beli kualitasnya masih di bawah. Sedangkan penanganan masalah pirit ini tidak mudah,” katanya dengan nada kecewa.
Petugas Penyuluh Lapangan (PPl) dari Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Pangkalan Banteng Edi Teguh mengungkapkan, peningkatan kandungan zat besi atau pirit diakibatkan oleh derajat keasaman air.
”Ph tanah rendah, kemudian keasaman air tinggi. Kita ukur Ph air di sawah terpantau 3,5, sedangkan Ph air di bendungan hanya sampai 5. Akibatnya, kandungan asam tanah juga tinggi dan akhirnya pirit juga meningkat,” katanya.
Pemberian kapur sebenarnya dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi kejadian tersebut kembali terulang. Namun dengan banyaknya kapur yang dibutuhkan, petani jelas tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
”Kata petani kemarin hanya mampu beli dua karung. Padahal untuk sekali musim tanam, kurang lebih 2 ton kapur harus disebar hanya untuk 1 hektare sawah. Dan biayanya tidak murah itu,” terangnya.
---------- SPLIT TEXT ----------
Terkait masalah itu, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Pangkalan Banteng Yatno membenarkan kejadian tersebut. Kembali meningkatnya kandungan zat besi di areal persawahan yang diproyeksikan menjadi lumbung padi di Pangkalan Banteng itu butuh penanganan serius. Jika disepelekan, ancaman gagal panen tetap akan menghantui para petani.
”Zat besi yang berlebih sangat tidak baik bagi tanaman. Petani juga serba salah, jika dipupuk maka tanaman padi malah mati,” ujarnya.
Selain peningkatan pirit, serangan hama wereng dan juga penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) atau yang lebih akrab didengar petani dengan sebutan kresek juga membuat para petani stress. Segala upaya sudah dilakukan namun tanpa hasil.
”Segala upaya sudah dilakukan, bahkan pemberian obat-obatan dari berbagai merek tetap tidak mempan,” ujarnya.(sla/yit)