SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

SAMPIT

Senin, 20 Januari 2020 14:56
WASPADA!!! Ujaran Kebencian dan SARA Ancam Pilkada 2020
ILUSTRASI.(RADAR SAMPIT)

SAMPIT – Pelaksanaan pesta demokrasi di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) berjalan kian tak sehat. Musababnya, politik identitas yang mengusung isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) seolah tak terbendung. Strategi demikian dinilai masih jadi senjata ampuh untuk melumpuhkan lawan politik.

”Pilkada Kotim ini saya lihat semakin hari semakin panas. Di media sosial mulai ada indikasi yang menyeret ke ranah SARA dan lain sebagainya. Dan ini sebenarnya tidak sehat bagi politik di daerah,” kata pengamat politik di Kotim Agung Adi Setyono, Minggu (19/1).

Menurut Agung, salah satu isu terkait politik identitas yang mulai terlihat adalah pernyataan yang disampaikan bakal calon bupati Kotim Muhammad Arsyad. Sekelompok orang disebut-sebut mulai memainkan isu tersebut.

Arsyad sebelumnya mengungkapkan, ada kelompok tertentu yang bermain kasar dengan melakukan intimidasi terhadap salah satu bakal calon. Kelompok itu hanya menawarkan dua pilihan, bergabung atau mengundurkan diri dari  bursa pencalonan.

”Sudah ada mulai. Ada bakal calon yang berusaha dijatuhkan mentalnya. Dan itu benar,” kata bakal calon bupati Kotim Muhammad Arsyad, Senin (13/1).

Menurut Arsyad, kelompok itu bukan orang biasa. Di dalamnya ada sejumlah politikus ternama hingga orang-orang ”besar”. Parahnya, mereka menyeret isu SARA. Bakal calon tersebut dinilai tidak bisa mencalonkan diri karena terbentur SARA.

”Seharusnya, politikus yang sudah matang tidak perlu begitu. Kapan perlu mengharamkan bermain di pusaran politik identitas,” tegas Agung.

Menurut Agung , sentimen SARA harusnya tak perlu lagi digembar-gemborkan apabila ingin menciptakan pesta demokrasi yang sehat. Kondisi demikian cenderung membuat suasana tidak nyaman, termasuk di akar rumput.

Agung menegaskan, dari unsur pidana, oknum yang menyebarkan dan mengembuskan isu SARA bisa dijerat hukum apabila itu dilakukan sebelum masa kampanye. Pelakunya bisa diseret dengan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

”Pasal itu menyatakan, setiap orang yang menyebarkan isu SARA dapat dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar,” katanya.

Agung melanjutkan, saat masa kampanye berlangsung, penegak hukum dipastikan akan menggunakan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 280 melarang penggunaan isu SARA.

Meski demikian, lanjutnya,  pengaturan SARA dalam  undang-undang tersebut masih setengah hati, sehingga proses penegakannya kadang tidak maksimal. Alhasil, tidak memberikan efek jera kepada publik. Kondisi itu akan jadi ancaman dalam setiap momentum pelaksanaan pemilu.

”Dari rumusan Pasal 69 huruf b tersebut, ada beberapa hal yang menjadi catatan. Pertama, dari pasal tersebut hanya dikatakan larangan menghina. Nah, di situ tidak dijabarkan lebih jauh, sehingga ini masalah awalnya adalah regulasinya yang masih setengah hati. Harus dipertegas lebih jauh,” tandasnya. (ang/ign)

 


BACA JUGA

Rabu, 09 September 2015 22:17

Dishub Diminta Tambah Traffic Light

<p><strong>PALANGKA RAYA</strong> &ndash; DPRD Kota Palangka Raya menilai sejauh…
Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers