SAMPIT – Penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH) pada penerima diwajibkan mengikuti protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Namun, hal itu masih diabaikan sebagian warga di Desa Hanaut. Sebagian besar penerima tak mengikuti protokol untuk memutus mata rantai virus korona tersebut.
Pantauan Radar Sampit di Kantor Desa Hanaut, sejak Senin (6/7) pagi, penerima PKH yang didominasi kaum ibu, datang berbondong-bondong menyambangi kantor Desa Hanaut pada Senin (6/7) lalu. Sebagian besar di antara mereka mengabaikan penggunaan masker dan merasa masker bukanlah alat pelindung yang wajib digunakan selama di desa.
”Aman aja di desa ini. Bebas Covid-19," ucap salah seorang ibu-ibu berkerudung merah.
Ditanya alasan tak menggunakan masker, dia mengaku cukup pakai kerudung. ”Sudah, nih pakai kerudung," ucapnya sambil berupaya menutupi hidungnya menggunakan kain kerudung.
Meski ada satu dua orang yang mengenakan masker. Namun, penggunaan masker tak sepenuhnya dikenakan dengan benar. ”Pengap makanya sering dilepas pasang. Yang penting sedia," ucapnya.
Menyikapi hal itu, petugas pendamping PKH Desa Hanaut Wuri Mandasari mengatakan, dia sudah berulang kali mengingatkan agar warga penerima PKH agar mengenakan masker dari rumah. ”Sudah sering saya ingatkan tetapi namanya ibu-ibu ini terkadang susah dibilangin. Ada yang pakai ada yang enggak pakai," tandasnya.
Sementara itu, penyaluran bantuan PKH semenjak masa pandemi Covid-19 sedikit berbeda. Pasalnya, penyaluran PKH yang biasanya disalurkan setiap tiga bulan sekali, sekarang disalurkan sebulan sekali.
Wuri mengatakan, setiap warga penerima PKH mendapatkan bantuan uang tunai sekitar Rp 75-Rp 595 ribu. ”Setiap warga penerima PKH ada ketentuannya masing-masing. Penerimanya juga berbeda-beda, menyesuaikan tingkat kemapanannya," kata Wuri.
Dia menjelaskan, warga yang memiliki anak dan masih sekolah dasar (SD) menerima bantuan sebesar Rp 75 ribu per KK, SMP sebesar Rp 125 ribu per KK, dan SMA sebesar Rp 166 ribu. Ada pula warga yang memiliki balita mendapatkan bantuan sebesar Rp 250 ribu per KK dan warga lanjut usia (lansia), termasuk Disabilitas mendapatkan bantuan masing-masing sebesar Rp 200.000.
Sementara itu, data penerima PKH diperoleh dari data terpadu Kementerian Sosial (Kemensos) yang diinput melalui e-PKH. ”Saya tidak hanya jadi petugas pendamping Desa Hanaut saja, tetapi empat desa sekaligus," ujarnya.
Untuk Desa Bapinang Hulu, terdapat 111 KPM, Penyaguan 38 KPM, Bamadu 58 KPM, Hanaut terdapat 161 KPM. ”Besaran bantuan nominal uang penerima PKH dapat berubah-ubah, menyesuaikan status warganya. Data ini secara otomatis terupdate di e-PKH," ujarnya.
Untuk saat ini, lanjut Wuri, sudah ada dua warga penerima PKH yang digraduasi mandiri. Hal itu dikarenakan warga yang bersangkutan sudah dianggap layak dan mampu secara finansial.
”Saat ini sudah ada dua penerima PKH dari Desa Bapinang Hulu dan Bamadu dua orang yang telah di keluarkan dari daftar penerima PKH karena telah dianggap mampu dari segi finansial," ujarnya.
”Proses graduasi mandiri dilakukan atas persetujuan penerima PKH dan telah disepakati bersama," tambahnya.
Mengenai sistem pembayaran proses penyaluran PKH, Wuri mengatakan, bahwa pemerintah telah bekerja sama dengan perbankan. ”Proses penyaluran tidak dapat dipastikan tanggalnya, yang pasti rutin sebulan sekali selama masa Covid-19 ini. Kalau sudah dicairkan, saya ambil uang tunai melalui bank dan di hari yang sama langsung disalurkan ke berbagai desa," ujarnya.
Setiap penerima PKH wajib membawa Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang nantinya digesek ke mesin Electronic Cash Register (EDC). ”KKS wajib dibawa sebagai syarat warga yang bersangkutan merupakan warga penerima PKH yang valid," ujarnya. (hgn/ign)