SAMPIT - Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), M Abadi meminta perusahan kelapa sawit PT Karya Makmur Abadi-KMA (KLK Group) menyerahkan lahan seluas kurang lebih 169 hektare kepada koperasi.
Hal itu sesuai rekomendasi tim pansus DPRD kepada Koperasi Unit Desa (KUD) Harapan Jaya seluas 169 yang berada di blok F termasuk wilayah administrasi Desa Pahirangan Kecamatan Mentaya hulu
Kata Abadi, mengingat hingga saat ini perusahan besas swasta PT KMA belum melaksanakan kewajibannya untuk melaksanakan membangun plasma untuk masyarakat Desa Pahirangan, sementara jika mengacu surat kepala Menteri Agraria nomor : 2 /se/VII/tahun 2012 persyaratan membangun kebun untuk masyarakat sekitar kebun plasma.
“Mereka (perusahaan) harus melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan serta legalisir dokumen layanan pertanahan pada poin 5 huruf A,” katanya.
Menurutnya, dalam pasal itu setiap perusahan perkebunan yang mengajukan permohonan hak guna usaha termasuk perpanjangan atau pembaruan wajib membangun kebun plasma paling rendah 20 persen dari luas kebun yang di usahakan perusahan.
Serta mengacu kepada permntan 98 tahun 2013 tentang ijin usaha perkebunan bahwa perusahan di wajib membangun plasma pling rendah 20 persen tersebut.
"Namun fakta hingga saat ini, PT KMA tidak mematuhi aturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, sementara aturan tersebut berlaku bagi seluruh perkebunan yang berada di Indonesia," kata Abadi.
Ditegaskannya, sangat disayangkan apabila aturan ini tidak berlaku bagi perusahan karena sangat jelas bahwa perusahan baru memperoleh sertipikat hak guna usaha yang dikeluarkan oleh menteri agraria dan tata/ruang kepala badan pertanahan Nasional nomor : 73 /HGU /KEM -ATR /BPN /tahun 2016 .
"Dalam huruf G bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan kebun masyarakat, perusahaan telah membuat kesepakatan dengan beberapa koperasi di desa sekitar, namun hal tersebut hanya sebatas di atas kertas, belum dilaksanakan seperti di Desa Pahirangan dan Desa Tangkarobah," jelasnya.
Maka dalam hal ini, dia meminta kepada Gubernur Kalteng dan Bupati Kotim serta untuk menindaklanjuti persoalan itu. "Hal seperti ini tidak bisa dibiarkan karena akan berdampak tidak baik," tegasnya. (ang/fm)