SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

SAMPIT

Jumat, 22 April 2016 19:11
Gawat, Hutan Kotim Semakin Botak
Ilustrasi (ISTIMEWA)

SAMPIT – Arus deras investasi di Kotim menyeret konsekuensi lain. Gencarnya investor menanamkan modal dalam dua dekade terakhir berimbas pada tergerusnya kawasan hutan menjadi kian menipis, bahkan di bawah angka ideal.

Kotim memiliki luas wilayah 16.496 km persegi. Dihuni 400.658 jiwa. Dan saat ini  terancam tidak memiliki hutan cadangan. Sebab yang tersisa hanya 25 persen dari total luasan hutan sebelumnya.

”Data kami, secara persentase saja sisanya hanya sekitar 25 persen. Itupun 10 persennya berupa kawasan hutan yang tidak ada pohonnya lagi  (lahan kritis),” ujar Kepala Dinas Kehutanan Perkebunan (Dishutbun) Kotim Sanggul Lumban Gaol kepada Radar Sampit, Kamis (21/4) kemarin.

Ditambahkan Sanggul, idealnya kawasan hutan yang tersisa minimal 40 persen. Sedangkan 60 persennya digunakan untuk kawasan investasi kehutanan dan perkebunan, termasuk juga permukiman.

Berdasarkan peta 2529, kawasan hutan di Kotim sebenarnya masih ada sebesar 70 persen. Namun dengan adanya pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit, maka sisanya sekarang tinggal 30 persen dari 1.554.456 hektare total luas wilayah Kotim.  

---------- SPLIT TEXT ----------

 

Luasan hutan di wilayah Kotim terancam berkurang lagi jika tidak dilakukan pemeliharaan dan pengawasan ketat. Ancaman yang dapat mengakibatkan luasan hutan kian berkurang adalah ulah manusia, baik itu pembukaan lahan yang tidak terkendali maupun akibat bencana alam seperti kebakaran. Termasuk perluasan lahan yang dilakukan korporasi  secara besar-besaran belakangan ini.    

Menurut Sanggul, jika tidak ada upaya penghijauan serta rehabilitasi hutan dan lahan, maka bisa dipastikan hutan di Kotim akan habis dalam beberapa tahun ke depan. Berbagai upaya dan cara kini tengah dilakukan pemerintah daerah untuk kelestarian hutan yang tersisa.

Namun upaya itu kini nyaris berakhir sia-sia. Sebab kewenangan Pemkab Kotim itu kini ditarik ke provinsi seiring terbitnya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah.

Salah satu upaya pemerintah itu adalah dengan mempertahankan lahan kritis yang diusulkan untuk pencadangan ke pemerintah pusat seluas 68 ribu hektare. Namun yang disetujui hanya 30 ribu.

---------- SPLIT TEXT ----------

”Tetapi untuk pelaksaannya terkendala lagi karena bukan wewenang di kabupaten sejak hadirnya Undang-Undang 23 tentang pemerintah daerah tersebut, kewenangan itu sekarang di pemerintah provinsi,” ujar Sanggul.

Sedangkan upaya lain, mereka juga membangun  hutan kota dengan luasan 298 hektare, dan kebun raya seluas 607 hektare. ”Kita harus gencar mensosialisaiskan sisa shutan yang menipis ini, bahkan pemerintah mendorong agar masyarakat bisa aktif menanam seperti karet, sengon, manggis, durian, dan lain sebagainya, untuk mempertahankan sisa hutan yang ada,” ujar Sanggul.

Terkait moratorium izin lahan baru untuk perkebunan kelapa sawit dan tambang, Sanggul  mengaku hal itu memang impian sejak lama. Kebijakan itu merupakan langkah yang dinantikan untuk mempertahankan sisa hutan yang ada. Sebab jika tidak, maka upaya perluasan perkebunan dan sektor kehutanan lainnya pun akan mudah terjadi.

”Sebelum moratorium ini disampaikan Presiden, saya sudah gencar menyampaikan agar hal itu segera dilakukan pemerintah melihat kondisi riil di lapangan saat ini yang tidak memungkinkan ada izin untuk perusahaan di sektor kehutanan,” ujarnya. (ang/dwi)


BACA JUGA

Rabu, 09 September 2015 22:17

Dishub Diminta Tambah Traffic Light

<p><strong>PALANGKA RAYA</strong> &ndash; DPRD Kota Palangka Raya menilai sejauh…
Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers