Pasukan merah merupakan salah satu pasukan elite yang dimiliki Suku Dayak. Di Kalimantan Tengah sudah berdiri Pasukan Merah Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR). Meski baru terbentuk, anggotanya sudah lebih dari 15 ribu orang. Mereka merupakan pemuda Dayak yang setia kepada Pancasila dan NKRI, serta antiradikalisme.
RADO, Sampit
Hujan lebat disertai petir menggelegar sore itu (4/11), membuat Radar Sampit terjebak saat ingin bertandang ke kediaman Ketua Pasukan Merah TBBR Kalteng Agus Sanang. Kami yang harusnya bertemu sekitar pukul 16.00 WIB, bergeser menjadi pukul 18.00 WIB.
Kedatangan Radar Sampit disambut hangat pengurus TBBR Kalteng. Ternyata mereka sudah menunggu sejak sore. Di situ sudah ada Wakil Sekretaris TBBR Kalteng Yudi Ependi dan Bendahara Santo N Adi. Saking lama menunggu, kopi hitam di atas meja sudah mulai mendingin.
Agus membuka pembicaraan dengan menuangkan segelas kopi. Dia lalu menceritakan Pasukan Merah TBBR. Menurutnya, banyak yang salah kaprah dan tidak paham dengan Pasukan Merah yang memiliki pasukan di pelosok Borneo ini.
TBBR, katanya, merupakan salah satu organisasi suku Dayak yang memiliki struktur dari Ketua DPP hingga pengurus di tingkat kecamatan. Saat ini pasukan merah TBBR ini berpusat di Kalimantan Barat.
”Kalau TBBR Pasukan Merah ini tidak hanya di Kalbar, tetapi juga ada di Jakarta, Serawak Malaysia, Kaltim, Kalsel, Kaltara, dan pusatnya di Kalbar,” tutur Agus.
Organisasi TBBR, lanjutnya, baru saja berada di Kalteng. Pusat pengurus DPD berada di Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur. Mereka yang tergabung dalam pasukan didominasi anak muda.
Pasukan Merah, jelasnya, memiliki tugas utama membela hak masyarakat adat serta mempertahankan adat istiadat yang mulai tergerus zaman. Organisasi itu juga memiliki kemampuan berhubungan dengan leluhur suku Dayak yang tidak bisa dilihat secara kasat mata. Mereka memercayai penuh hal tersebut.
”Salah satu fokus kami adalah bagaimana adat budaya suku bangsa orang Dayak tetap dipertahankan dan dilestarikan. Makanya kami ingin anak-anak muda yang peduli terhadap warisan budaya bisa ambil bagian menggali kembali asal-usul orang Dayak,” katanya.
Di Kalteng, ujar Agus, ada sekitar 15 ribu Pasukan Merah yang sudah tercatat. Mereka tersebar di berbagai kecamatan dan kabupaten. Keberadaan Pasukan Merah TBBR memang menjadi wadah bagi masyarakat Dayak yang memiliki semangat kuat mempertahankan adat istiadat dan menghormati leluhur.
”Banyak yang terus bergabung, karena memang punya semangat dan tujuan yang sama, sehingga setiap hari jumlahnya selalu bertambah,” ujarnya.
Untuk bergabung menjadi anggota Pasukan Merah, lanjutnya, tak langsung diterima begitu saja. Ada persyaratan umur, kesiapan, dan kesanggupan melaksanakan peraturan organisasi serta pantangannya. Selain peraturan organisasi, mereka juga menekankan agar kemampuan sebagai Pasukan Merah tidak disalahgunakan.
Menurut Agus, pantangan menjadi bagian dari Pasukan Merah, yakni dilarang mengonsumsi atau terlibat jaringan narkotika, tidak mengonsumsi minuman keras yang sifatnya merusak jasmani maupun rohani.
Selain itu, ada hak lain berkaitan dengan kemampuan magis mereka. Sejumlah daging hewan, seperti menjangan, sapi, kerbau, ular, dan anjing menjadi pantangan wajib. ”Pantangannya itu tidak boleh dilanggar. Itu ada hal tersendiri kenapa bisa jadi seperti itu,” ujarnya.
Selanjutnya, kata dia, setelah resmi terdaftar, akan dilakukan ritual pembersihan calon anggota. Mereka akan dimandikan pengurus yang memang memiliki kemampuan di bidang spiritual yang disebut Mangku dan Ulu Balang.
Ritual mandi itu memiliki makna, yang bersangkutan betul-betul bersih dari berbagai hal sebelum bergabung menjadi Pasukan Merah. Ketika sudah bersih, akan mudah menjadi Pasukan Merah. Ritual pemandian dilakukan di hutan belantara. Biasanya di tempat yang dikeramatkan dan dianggap angker.
”Artinya, kalau mereka sudah dimandikan, akan bebas dari pengaruh negatif. Ibaratnya jiwa dan raga mereka sudah bersih. Jadi, jangan salah. TBBR bukan memandikan orang untuk memberikan dan menurunkan ilmu. Itu untuk simbol membersihkan mereka yang akan bergabung dalam Pasukan Merah,” ujarnya.
Menurut Agus, anggota Pasukan Merah TBBR kebanyakan memiliki kelebihan dan kekuatan magis, seperti kekuatan dan kekebalan. Mereka mendapatkan kekuatan dan kekebalan itu tidak sembarangan, yang diperoleh dari Tuhan Yang Maha Kuasa serta leluhur Suku Dayak yang dipercaya masih hidup, namun kasat mata.
Akan tetapi, kata Agus, apabila mereka yang memiliki kekuatan menyalahgunakan, bisa saja hilang dengan sendirinya. Sebab, sudah mengingkari janjinya sebagai pasukan TBBR yang rendah hati, tidak mudah emosi, dan selalu berpihak kepada yang benar.
”Salah satu ajaran di Pasukan Merah TBBR ini adalah ilmu padi. Semakin berisi, maka semakin merunduk,” ujarnya.
Sebagai organisasi yang besar, pihaknya selalu mengedepankan musyawarah mufakat. Namun, ada hal-hal tertentu yang tidak bisa mereka musyawarahkan. Pasukan Merah TBBR dengan kekuatan puluhan ribu orang itu patuh dan tunduk kepada pemimpin mereka dan selalu siap melakukan apa pun untuk kepentingan harkat dan martabat Suku Dayak. Ketua Umum TBBR saat ini dijabat Agustinus di Kalbar.
Agus menegaskan, proses pemandian untuk calon anggota tidak akan menenggelamkan budaya Suku Dayak di Kalteng. Memang, lanjutnya, ada kekhawatiran sejumlah pihak dengan keberadaan Pasukan Merah TBBR yang bisa menggerus adat istiadat Dayak di Kalteng.
”Jadi, posisinya TBBR ini untuk melestarikan budaya Dayak dan tidak mengganti budaya kita sebagai orang Dayak yang hidup dalam lingkup falsafah huma betang itu sendiri. Bagaimana Dayak mau kuat kalau sesama Dayak kita sulit bersatu,” tandasnya. (***/ign)