Pandemi Covid-19 berdampak pada ancaman krisis multidimensi. Tidak hanya bermuara di sektor kesehatan, namun juga berdampak pada sektor ekonomi hingga pendidikan. Sekolah yang awalnya belajar tatap muka, kini dipaksa harus secara daring atau pembelajaran jarak jauh.
ARHAM SAID, Kuala Kurun
===========================
Sejak 19 Maret 2020 lalu, tepatnya di semester kedua tahun pelajaran 2019/2020, SMAN 1 Kurun memulai pembelajaran secara daring atau jarak jauh. Ini menjadi hal baru bagi sekolah. Namun, apa pun itu, sekolah harus melakukannya karena pendidikan untuk para peserta didik harus tetap berjalan dan tidak bisa ditunda.
Menjalani pembelajaran daring memang perlu persiapan. Baik dari sekolah, guru, dan peserta didik. Pihak sekolah langsung menyusun metode pembelajaran yang dilakukan, membuat jadwal, hingga menyiapkan fasilitas pendukung lainnya, seperti wifi, laptop, dan gawai.
”Untuk pembelajaran daring ini, kami lakukan dengan menggunakan aplikasi WhatsApp, Google Classroom, email, live Facebook, Zoom Meeting, dan Google Meet. Semua tugas dan materi pelajaran diberikan melalui aplikasi tadi,” ucap Kepala SMAN 1 Kurun Batuah, Selasa (12/1).
Selain itu, jadwal pelajaran peserta didik dibuat menyesuaikan dengan peserta didik. Mereka belajar dari Senin-Jumat, mulai pukul 08.00 WIB-13.00 WIB. Dalam satu hari, ada empat kali pertemuan. Satu kali pertemuan, peserta didik akan belajar selama satu jam untuk satu mata pelajaran.
”Setelah dibuatkan jadwal, kami menyiapkan ruangan yang sudah ada fasilitas jaringan internet atau wifi, seperti ruang perpustakaan, ruang tata usaha (TU), ruang guru, sejumlah ruang kelas, dan kantin sekolah,” ujarnya.
Berkaitan dengan sarana dan prasarana, dari sekolah menyediakan gawai dan kuota internet untuk guru dan peserta didik. Untuk guru, dananya berasal dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Sedangkan peserta didik, diberikan bantuan kuota internet dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
”Bantuan yang diberikan kepada peserta didik berbentuk paket data khusus untuk pembelajaran secara daring. Sekarang ini, pemberian bantuan itu sudah berjalan. Pembelajaran ini ada yang menggunakan laptop dan juga gawai,” ujar Batuah.
Khusus bagi peserta didik yang tidak memiliki gawai, karena berasal dari keluarga tidak mampu, dari sekolah menyiapkannya untuk mereka. Gawai dipinjamkan dan dibawa pulang ke rumah, sehingga mereka dapat mengikuti pembelajaran secara daring.
”Tercatat, ada dua hingga tiga peserta didik yang kami pinjamkan gawai. Ini khusus untuk mereka yang tidak mampu. Kami juga meminjamkan buku-buku pelajaran,” terangnya.
Memang terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan pembelajaran secara daring, terutama masih bergantung dengan sinyal jaringan telekomunikasi. Terkadang peserta didik masuknya terlambat karena ketiadaan sinyal, sehingga penjelasan guru terlewatkan.
”Kejadian yang juga paling sering terjadi, yakni adanya gangguan sinyal jaringan telekomunikasi saat kegiatan belajar daring berlangsung. Kami pun tidak bisa berbuat banyak,” katanya.
Kendala lain, lanjut Batuah, ada peserta didik yang tinggal di desa yang belum terjangkau sinyal jaringan telekomunikasi. Menyikapi hal tersebut, mereka disarankan mencari sinyal ke desa terdekat, saat pembelajaran secara daring akan dimulai.
”Biasanya kami menyarankan demikian, sehingga peserta didik bisa mengikuti proses belajar mengajar secara daring. Tercatat di SMAN 1 Kurun, ada 785 orang peserta didik, dengan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa,” katanya.
Selama pembelajaran daring, ujar Batuah, dari sekolah juga tetap melakukan pengawasan terhadap peserta didik. Setiap hari, disiapkan absensi, baik melalui Zoom Meeting dan Google Classroom. Dari situ akan kelihatan peserta didik yang tidak hadir.
”Bagi peserta didik yang sering tidak hadir, kami berusaha mencari yang bersangkutan dengan menyampaikan dan menginformasikan kepada orang tua melalui data-data yang ada pada kami,” tuturnya.
Dari pembelajaran daring, lanjut Batuah, ada sisi positif dan negatif. Positifnya, keterampilan menggunakan teknologi dan informasi (TI), baik guru maupun peserta didik semakin meningkat. Mereka yang awalnya tidak bisa menggunakan IT, sekarang menjadi bisa.
”Sisi negatifnya, ada keterbatasan komunikasi antara guru dengan peserta didik ketika pembelajaran secara daring. Kami juga tidak mengetahui apakah mereka memperhatikan penjelasan guru atau tidak. Proses belajar juga terbatas, karena hanya ada waktu satu jam. Dari persiapannya saja sudah 10-15 menit, apalagi kalau ada tanya jawab,” ujarnya.
Sejauh ini, Batuah menambahkan, untuk pelaksanaan pembelajaran tatap muka, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, di antaranya harus ada izin dari orang tua peserta didik, izin dari tim gugus tugas penanganan Covid-19 di daerah, dan kesiapan sekolah.
”Kalau di SMAN 1 Kurun, kami siap melaksanakan pembelajaran tatap muka. Kami telah membuat tempat cuci tangan permanen untuk peserta didik, menyiapkan kursi dengan diberikan jarak, dan mewajibkan peserta didik memakai masker,” pungkasnya. (***/ign)