SAMPIT – Kasus penculikan yang didalangi Lilis Ratna Juwita alias Popo (22), mengungkap fenomena mengkhawatirkan, yakni berkembangnya kaum yang memiliki kelainan orientasi seksual atau kerap disebut Lesbi, Gay, Besexual, dan Transgender (LGBT). Seseorang yang mengalami kelainan tersebut, perlu mendapat perhatian ekstra.
”Sejak tahun 2013, sudah banyak pengidap kelainan orientasi seksual ini. Ada banyak komunitasnya, didominasi kaum lesbi,” kata Ketua Perlindungan Perempuan dan Anak Lentera Kartini Kabupaten Kotim Forisni Aprilista, Sabtu (10/5).
Seperti diketahui, pelaku penculikan terhadap Sartika alias Tika (22) dan Novika Damayanti alias Novi (22), Popo, mengakui sebagai penyuka sesama jenis alias lesbi. Aksi penculikan terhadap dua wanita itu pada 10 Mei lalu didasari urusan perasaan Popo terhadap Tika. Untuk menutupi hal itu, dia sempat mengkambinghitamkan seseorang bernama Bowo.
Menurut Forisni, mereka yang memiliki kelainan tersebut, wajib mendapatkan pengobatan psikolog dan pendalaman ilmu agama. Kelainan orientasi seksual seperti yang diderita Popo, dapat memberikan dampak negatif bagi lingkungan sekitar. Khusus Popo, selain ancaman hukuman penjara, dia perlu mendapat bimbingan mental dan jiwa agar sembuh.
---------- SPLIT TEXT ----------
Forisni menuturkan, rasa memiliki seseorang yang memiliki kelainan seksual lebih kuat karena komunitas yang terbatas. Untuk memenuhi keinginan itu, dia bisa melakukan hal ekstrem, bahkan bila perlu melakukan pembunuhan. Sejumlah kasus di Indonesia juga memperkuat pernyataan itu.
Kaum LGBT, lanjut Forisni, mengalami kelainan orientasi seksual rata-rata saat menduduki bangku sekolah menengah pertama (SMP). Faktor penyebabnya, lingkungan pergaulan, kegagalan dalam hubungan asmara, dan berada di lingkungan komunitas LGBT ini.
Dia mencontohkan Popo yang gagal menjalin hubungan asmara bersama seorang pria saat masih sekolah. Hal itu membuatnya tak bisa melupakan rasa sakit hati terhadap seorang pria, hingga berubah haluan menjadi penyuka sesama jenis. (rm-75/ign)