SAMPIT – PemerintahKabupaten (Pemkab) Kotawaringin Timur (Kotim) menolak membayar ganti rugi terhadap Jumairi, warga yang mengklaim lahan di kawasan Bandara Haji Asan Sampit. Musababnya, pemkab sebelumnya telah membayar ganti rugi, sehingga jika dilakukan lagi, bisa jadi temuan.
Hal tersebut ditegaskan dalam mediasi antara Pemkab Kotim dengan pihak Jumairi di ruang rapat Setda Kotim, Rabu (8/6). Mediasi itu sempat memanas. ”Tidak mungkin kita bayar dua kali, kecuali ada putusan dari yang berwenang menyatakan itu benar tanah milik pak Jumairi, baru nanti bisa dianggarkan,” kata Assisten I Setda Kotim Sugianur yang memimpin mediasi.
Menurut Sugianur, mediasi itu hanya untuk mencari solusi terbaik. Akan tetapi, jika pihak Jumairi tetap yakin tanah itu milik mereka, ia menyarankan untuk mengajukan gugatan secara perdata di Pengadilan Negeri Sampit.
Jika ada putusan berkekuatan hukum tetap, dasar itulah nanti yang dipegang untuk melakukan ganti rugi. Sugianur juga sempat marah saat dirinya disebut takut mengeluarkan data.
”Siapa bilang saya takut? Jangan seperti itu menyebut saya takut. Saya takut hanya dengan Yang Di Atas,” tegas Sugianur dengan nada kesal.
Pihak Jumairi tetap ngotot agar pemkab membuka semua data terkait pembebasan lahan hingga ganti rugi dilakukan kepada pihak Husni Tambrin. ”Padahal, ini surat kita jelas yang tanda tangan sebatas Tambrin sendiri,” ungkapnya.
Neneng, ahli waris Tambrin menuturkan, lahan diklaim Jumairi tersebut merupakan milik ayahnya yang dibeli dari Kaspul. ”Saya mengetahui itu. Almarhum ayah saya beli sekitar tahun 1986. Waktu itu saya masih SMA dan saya mengetahui itu memang tanah orang tua saya,” tegasnya.
Pernyataan Neneng langsung disanggah Aminudin, Ketua LSM NCW yang menerima kuasa dari Jumairi. Menurutnya, Neneng harusnya membuka data legalitas kepemilikannya. ”Jangan cuma ngomong saja tanpa ada data. Buka datanya! Saya sendiri bisa saja kalau cuma ngomong doang,” katanya.
---------- SPLIT TEXT ----------
Neneng menjelaskan, ia sudah tidak memegang surat lahan itu karena semuanya sudah diserahkan kepada tim sembilan pembebasan lahan bandara. Di sisi lain, ketika petugas BPN ingin menjelaskan terkait ganti rugi tersebut, pihak Jumairi langsung memotongnya, karena dinilai menjelaskan tanpa memberi data.
”Foto kopinya mana? Serahkan ke kami. Kami tidak pegang. Jangan ngomong saja. Masa seperti ini? Data diberi separuh-separuh saja,” tegas pihak Jumairi.
Perdebatan kembali terjadi saat Kabag Adpum Setda Kotim Hawianan ingin memberikan penegasan terkait mediasi tersebut. Belum selesai ia menjelaskan, pihak Jumairi langsung memotongnya dengan alasan ia bukan termasuk dalam tim sembilan.
”Memang saya dulu tidak termasuk dalam tim, namun karena saat ini saya ada kewenangan, makanya saya ingin memberikan penjelasan dalam forum ini,” tegasnya.
Menurut Hawianan, pemkab tidak mungkin melakukan pembayaran dua kali, terlepas pihak Jumairi mengklaim tanah yang sudah diganti pemkab kepada Tambrin itu lahan mereka. ”Kita tidak mungkin bayar dua kali, kecuali ada ketentuan yang menyuruh membayar,” tegasnya.
Mediasi itu kemarin sempat ingin dibubarkan setelah pihak Jumairi tetap ngotot dengan keinginan mereka meminta pihak yang melakukan pembebasan lahan sebelumnya untuk memberikan penjelasan, bukan pejabat yang saat ini berwenang dan tak mengetahui masalah pembebasan lahan itu.
”Kalau memang ingin mencari orang yang ikut dalam tim, lebih baik bubar saja kita,” kata pejabat lainnya.
Pimpinan mediasi kemudian menengahi dan memberikan penjelasan. Pernyataan Pemkab juga hampir sama dengan penjelasan dari Polres Kotim yang disampaikan Kasat Intel I Kadek Dwi Yoga. Menurutnya, jalan satu-satunya adalah melakukan upaya hukum melalui gugatan perdata di pengadilan. (co/ign)