SAMPIT – Warga Hindu Kaharingan di Dusun Baninan, Desa Rubung Buyung, Kecamatan Cempaga, menggelar nikah massal, Selasa (27/9) kemarin. Sedikitnya 78 pasangan pengantin nikah bareng di lapangan terbuka disaksikan keluarga dan pejabat Disdukcapil Kotim.
Peserta nikah massal itu adalah mereka yang belum melaksanakan pernikahan secara administrasi. Ada yang masih kelihatan malu-malu melaksanakan prosesi itu di usia yang sudah menua.
”Peserta ini merupakan mereka yang tidak sempat mendapatkan akta perkawinan dari negara yang sudah melaksanakan nikah adat sebelumnya,” ujar Hadi Utomo, panitia pelaksana nikah massal kepada Radar Sampit kemarin.
Kegiatan ini merupakan program peduli yang dilaksanakan Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) NU Sampit. Nikah Massal ini ditujukan untuk warga yang selama ini tidak terfasilitasi dengan baik dalam hal administrasi pernikahan. Dalam kegiatan ini sekaligus penyerahan akta perkawinan dari negara sebanyak 26 buah dan buku nikah dari Majelis Hindu Kaharingan sebanyak 65 Buah.
”Persoalan-persoalan yang dialami warga Kaharingan di Rubung Buyung di antaranya adalah belum adanya dukungan pendidikan agama bagi anak-anak pengikut Hindu Kaharingan di tingkat SD hingga SMP, keterbatasan pemahaman warga Hindu Kaharingan dalam prosedur pencatatan sipil, dan komersialisasi ritual adat Dayak Hindu Kaharingan,” ujar pria yang menjabat Ketua Lakpesdam NU Kotim itu.
Mereka juga menemukan persoalan mendesak seperti pencatatan kependudukan warga Kaharingan. Persoalan pencatatan data untuk KTP, kartu keluarga, akta kelahiran, dan akta pernikahan adalah persoalan yang sering dihadapi komunitas tersebut.
Hadi mengakui masih adanya anggapan masyarakat bahwa pembuatan akta pernikahan lebih sulit dibandingkan dengan pembuatan KTP, KK, dan akta kelahiran. Karena masa lalu, masyarakat tidak terlalu mempedulikan dokumen-dokumen tersebut. Mereka tidak melihat urgensi untuk memilikinya. Maka saat ini situasi menjadi berbeda.
Untuk bisa mengakses kredit motor, masyarakat diwajibkan memiliki KTP dan KK. Sedang untuk bisa menyekolahkan anak, dibutuhkan akta kelahiran dan ini berarti sebelum memiliki akta kelahiran bagi sang anak, para orangtua harus mengurus akta pernikahan yang dikeluarkan oleh kantor catatan sipil dan buku nikah dari Majelis Hindu Kaharingan.
”Dalam hal akta kelahiran, para orangtua dari masyarakat Hindu Kaharingan juga menemukan beberapa persoalan, antara lain kesulitan untuk mencatatkan akta kelahiran, termasuk pencatatan kelahiran anak yang hanya diakui sebagai anak dari seorang ibu saja,” tegasnya. (ang/dwi)