PALANGKA RAYA – Dua Rancangan Peranturan Daerah (Raperda) inisiatif DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) yang saat ini terus dimatangkan, sudah melalui kajian akdemik. Dua raperda itu tentang Perlindungan Perempuan dan Anak dan Raperda tentang Perlindungan Kesehatan Hewan.
Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda) Faridawaty Darland Atjeh mengatakan, ada sejumlah item lain yang mendasari aturan tersebut. Di antaranya, dikaji dari aspek empirik dan sosiologi. Hal itu bersumber dari nilai-nilai yang tumbuh serta hidup di lingkup masyarakat.
”Ketika kajian empirik itu telah mendapat pembenaran secara ilmiah, ada pendekatan metodologi serta perumusan. Bentuknya adalah redaksi, yang disebut normatif. Artinya, setiap produk hukum termasuk perda, jelas mengacu pada bentuk tersebut,” katanya.
Khusus untuk Raperda tentang Perlindungan Perempuan dan Anak, lanjut Farida, di dalamnya sudah dinyatakan tentang karakteristik serta kekhususan wilayah. Hal tersebut dengan memasukkan azas kearifan lokal, seperti pada Pasal 2 Huruf E. Selain itu, juga tertuang dalam Pasal 14, Pasal 18 Ayat 2, Pasal 22, dan Pasal 43.
Politikus Nasdem ini menuturkan, ia baru saja bertemu dengan sejumlah aktivis perempuan untuk lebih menguatkan isi dari rancangan produk hukum daerah tersebut. ”Mereka dari solidaritas perempuan dan anak, yaitu wanita muda berenergi dan bersemangat tinggi, dalam memperjuangkan hak kaumnya,” ucapnya.
Lebih jauh, Farida mempertanyakan terkait laporan lembaga berwenang di Kalteng yang menyatakan hingga saat ini belum ada yang pernah melaporkan kekerasan, berbanding terbalik dengan fakta di lapangan. Di satu kecamatan saja, dalam kurun waktu sepanjang tahun 2016, ada 10 kasus yang sempat dilaporkan.
Kondisi itu, ucapnya, benar-benar memprihatinkan. Dia mengaku heran mendengar informasi tersebut. Untuk itulah raperda harus segera hadir dan bermanfaat bagi perempuan dan anak. Apalagi dari data Pusat Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak, kekerasan terhadap keduanya terus meningkat.
”Di 2014 silam, merupakan tahun yang sangat menonjol bagi KDRT, dengan jumlah 130 kasus. Sementara untuk kasus kekerasan pada anak yang paling menonjol adalah penganiayaan dengan 38 kasus,” katanya. (sho/ign)