SAMPIT – Situasi keuangan Kotim tahun depan diperkirakan bakal menghambat rencana pembangunan gedung baru DPRD Kotim dan rehab rumah jabatan bupati. Sebab, APBD 2017 diprediksi menurun dibanding 2016. Penurunan disebut akibat kebijakan pemotongan dana alokasi khusus (DAK) dan dana alokasi umum (DAU) dari pusat.
”Saya memprediksi APBD 2017 turun dibanding APBD tahun ini. Imbasnya, akan jadi masalah ketika banyak program yang direncanakan, tetapi program multiyears juga dipaksakan dan sumber pembiayaan minim,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kotim, Muhammad Shaleh, Rabu (9/11) kemarin.
Namun, dia mengaku belum mengetahui angka pasti APBD 2017. Sebab, Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) belum dibahas. Salah satu faktor merosotnya APBD di semua daerah, kata Shaleh, yakni berkurangnya dana perimbangan dari pusat seperti dana bagi hasil (DBH).
”KUA PPAS belum dibahas, tetapi secara global tahun 2017 memang terjadi penurunan APBD di semua daerah di Indonesia. Ini masalahnya karena dana perimbangan dari pusat yang menurun, kita lihat saja berapa persen APBD Kotim tahun depan merosotnya,” ujar politikus PAN Kotim itu.
Kondisi itu, kata Shaleh, akan membuat rencana pembangunan yang tidak prioritas mesti ditunda. Pemerintah harus efektif dan efisien dalam penggunaan anggaran. Hendaknya uang digunakan untuk kebutuhan prinsip dan prioritas.
Kegiatan seremonial, perjalanan dinas, serta kegiatan yang kurang bersentuhan dengan masyarakat dipastikan kena pangkas oleh tim anggaran pada pembahasan rencana kerja anggaran (RKA) akhir bulan ini. ”Kita kan banyak bergantung kepada dana pusat, mengurangi dampak dari penurunan dana perimbangan, kita harus meningkatkan lagi PAD untuk membiayai program pembangunan,” tegasnya.
Shaleh juga mengkritisi lambannya bupati menindakanjuti Perda tentang Struktur Organisasi Perangkat Daerah yang menambah sejumlah SKPD baru. Jika sampai pada proses pembahasan RKA nanti tidak ada tindaklanjut, DPRD mengancam tidak akan membahas RKA dinas tersebut.
”RKA tanpa ada pejabat yang ditunjuk jadi penanggung jawab itu jadi jebakan saja kalau dibahas. Makanya saya bilang SKPD itu tidak usah dibahas RKA-nya,” tegas dia.
Dilanjutkan, lambannya tindak lanjut pembentukan SKPD itu akan membawa dampak tak baik bagi pemkab. Waktu yang diberikan, kata Shaleh, sudah cukup panjang, tetapi kepala daerah belum mengambil keputusan.
”Dulu kami di DPRD dikejar cepat membahas perda perangkat daerah, tetapi ketika selesai justru bupati yang lamban menindaklanjutinya, entah apa kesibukannya,” cetus Shaleh.
Sebelumnya, Sekda Kotim Putu Sudarsana menyebutkan RKA sejumlah SKPD baru akan disusun oleh dinas induknya. Seperti Dinsosnakertrans akan menyusun RKA Dinas Sosial, Dinas Transmigasi, dan Dinas Tenaga Kerja. Ini berlaku apabila pelantikan kepala SKPD tersebut belum dilaksanakan hingga pembahasan RKA di DPRD Kotim.
BERHAK KOMENTAR
Terkait rencana pembangunan yang menuai kritik dari masyarakat, termasuk soal gedung baru dewan dan renovasi rujab, Wakil Bupati Kotim Taufiq Mukri menanggapi santai. Dia menilai wajar masyarakat mengomentari atau mengritik. Ini akan menjadi salah satu acuan perbaikan.
”Wajar kalau masyarakat mau berkomentar terhadap masalah pembangunan atau apapun, tapi kami juga punya rencana pembangunan yang harus dijalankan,” ucapnya, Rabu (9/11).
Terkait peningkatan di beberapa sektor, seperti pendidikan dan ekonomi, tentu akan menjadi perhatian Pemkab Kotim. Tapi, kata Taufiq, untuk membenahi itu perlu waktu, dan mesti dilakukan secara bertahap. Juga disesuaikan dengan skala prioritasnya. Termasuk renovasi rumah jabatan bupati pun akan diputuskan sesuai skala prioritas dan pengalokasian dana sesuai kemampuan APBD yang telah dipertimbangkan oleh tim anggaran, bukan asal-asalan.
”Kalau rencana pembangunan itu belum disetujui oleh DPRD, mungkin masih bisa untuk dipertimbangkan. Tapi kalau sudah (disetujui), dan tidak dilaksanakan, itu berarti kami melanggar hukum karena tidak melaksanakan pengalokasian anggaran sesuai dengan rencana pembangunan,” pungkasnya.
MASIH DIPERTANYAKAN
Rencana renovasi rumah jabatan dan gedung DPRD Kotim dinilai tidak tepat. Sebab, jika melihat dari kelayakan, gedung DPRD dan rumah jabatan bupati masih layak pakai, sehingga tidak perlu renovasi lagi.
”Pembangunan itu bukan hanya membangun gedung baru. Yang jadi pertanyaan itu masih layak atau tidak kantor DPRD itu untuk dipakai. Kan masih. Kalau seandainya gedungnya dibuat lebih bagus, harusnya kerja juga diimbangi. Kalau kebanyakan anggota dewan kerja di luar dan kantor kosong, untuk apa membangun kantor besar?” ucap tokoh masyarakat Kotim Akmal Thamroh.
Dalam membangun infrastruktur, lanjutnya, daerah pasti memikirkan manfaatnya. Misalnya, manfaat yang bisa dirasakan oleh masyarakat. Atau keuntungan yang dihasilkan dan masuk ke PAD. Hal ini, kata Akmal, seharusnya menjadi pertimbangan dalam membangun atau merenovasi gedung-gedung yang sudah ada saat ini.
”Cara berpikir mereka itu salah, mereka ingin semuanya serba wah. Seharusnya mereka melihat dari segi manfaatnya. Kalau kantor pemda ingin ditata lagi dengan porsi kerja pegawai yang ada, bolehlah. Kalau DPRD dan rujab untuk apa?” cetusnya.
Apalagi, Akmal menambahkan, saat ini ada banyak proyek multiyears yang direncanakan pemerintah daerah. Anggarannya cukup besar. Padahal anggaran daerah saat ini terkendala oleh rasionalisasi.
Akmal menyebutkan, hal yang seharusnya dipentingkan, adalah infrastruktur daerah yang memiliki manfaat bagi masyarakat. Misalnya pembangunan jalan antardaerah seperti lingkar utara dan lingkar selatan
”Kalau mau, di jalan lingkar utara-selatan itu yang di perhatikan, karena memberikan manfaat yang bagus untuk masyarakat. Nah, untuk rujab dan gedung DPRD, apa manfaatnya? Pembangunan itu tidak harus banyak-banyak, yang penting pembangunannya berkualitas dan ada manfaat yang dapat dirasakan oleh daerah dan masyarakat,” tandasnya. (sei/vit/ang/dwi)