SAMPIT – Purna Paskibra Indonesia (PPI) Kotawaringin Timur (Kotim) membantah tudingan adanya peserta ”titipan” yang tidak sesuai kualifikasi saat seleksi pengibar bendera merah putih di hari peringatan Kemerdekaan Indonesia. Seleksi berjalan ketat dan ditangani oleh tim profesional.
”Saya paling anti namanya titipan. Makanya, saya coba menertibkan itu karena dorongan dari keluarga dan orangtua supaya anaknya masuk PPI sangat besar. Sebab, sekarang PPI jadi ngetrend," kata Ketua PPI Kotim Sanggul Lumban Gaol, pekan lalu.
Sanggul menuturkan, boleh saja ada peserta "titipan", tapi tetap harus melalui tes sesuai kriteria penyeleksian. Perekrutan paskibra di bawah koordinasi ketua PPI. Tata cara perekrutan melalui SMA/sederajat, baik kota maupun kecamatan. Pemilihan dari sekolah dilakukan tim perekrut, yakni TNI, Polri, dan Purna Paskibra.
Menurut Sanggul, awalnya dipilih beberapa orang yang sesuai kriteria. Kemudian dikumpulkan se-kabupaten untuk diseleksi kembali. Seleksi pertama melihat tampilan dasar, tinggi badan atau postur tubuh. Tim perekrut juga bekerja sama dengan Dinas Kesehatan untuk memeriksa kesehatan peserta.
Menjadi anggota paskibra cukup bergengsi. Setelah terpilih dan berhasil menyandang gelar purna paskibra, kata Sanggul, ada nilai tambah bagi anggota. Pertama, bisa berpartisipasi dalam pengibaran bendera merah putih saat momentun 17 Agustus merupakan suatu kebanggaan. Tidak semua pemuda bisa melakukan hal tersebut. Kedua, dari segi mental, seorang paskibra bermental tangguh. Ketiga, PPI dijadikan contoh pemuda yang berhasil.
Selain itu, lanjut pria yang menjabat Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kotim ini, surat dari Ketua PPI bisa menjadi rekomendasi masuk TNI dan Polri. Namun, tidak ada kemudahan bekerja dalam bidang pemerintahan.
Seperti diketahui, fakta mengejutkan tentang seleksi Paskibra diungkap Plt Kepala Dinas Pemuda Olahraga Najmi Fuadi pada rapat pembahasan anggaran di DPRD Kotim, Senin (28/11) lalu. Dispora kerap dipaksa menerima titipan oknum pejabat dalam proses seleksi.
Menurut Najmi, pelajar yang terpilih menjadi anggota paskibra umumnya titipan dari beberapa pejabat. Hal itu terjadi sejak dulu. Adanya intervensi dari oknum pejabat maupun oknum kepolisian membuat penjaringan tidak lagi mengedepankan kualitas pemuda.
Penjaringan untuk menjadi anggota paskibra di Kotim selama ini hanya sebatas formalitas belaka, karena tim seleksi telah mengantongi deretan nama-nama yang lolos. Selain titipan pejabat, yang menjadi anggota paskibra juga anak dari kalangan ekonomi mapan atau banyak uang.
Adanya titipan oknum pejabat juga tidak hanya terjadi pada penjaringan anggota paskibra, namun pada seleksi atlet beberapa kejuaraan. Atlet yang dikirim pada sebuah kejuaraan bukan atlet yang berprestasi, namun titipan. Itulah yang membuat Kotim miskin prestasi baik di tingkat provinsi maupun nasional. (ara/ign)